Rabu, 30 Maret 2011

Industrialisasi

I Pendahuluan

Dalam sejarah pembangunan ekonomi, konsep industrialisasi berawal dari revolusi industry pertama pada pertengahan abad ke-18 di inggris, yang di tandai dengan penemuan metode baru untuk pemintalan, dan penemuan kapas yang menciptakan spesialisasi dalam produksi, serta peningkatan produktivitas dari factor produksi yang di gunakan. Setelah itu, inovasi dan penemuan baru dalam pengolahan besi dan mesin uap, yang mendorong inovasi dalam pembuatan antara lain besi, baja, kereta api, dan kapal tenaga uap. Setelah itu, kemudian menyusul revolusi industry kedua pada akhir abad ke-18, dan awal abad ke-19 dengan berbagai perkembangan teknologi dan inovasi. Setelah perang dunia II, mulai muncul berbagai macam teknologi baru seperti system produksi masal dengan menggunakan jalur assembling, tenaga listrik, kendaraan bermotor, penemuan berbagai barang sintetis, dan revolusi teknologi telekomunikasi, elektronik, bio, computer, dan penggunaan robot. Semua perkembangan ini mengubah pola produksi industry, meningkatkan volume perdagangan dunia, dan memacu proses industrialisasi di dunia.

II Pembahasan

A. Industrialisasi
menghasilkan laba menjadi tenaga mesin. Industrialisasi merupakan suatu usaha atau kegiatan pengolahan bahan mentah atau barang setengah jadi menjadi barang jadi barang jadi yang memiliki nilai tambah untuk mendapatkan keuntungan. Usaha perakitan atau assembling dan juga reparasi adalah bagian dari industri. Hasil industri tidak hanya berupa barang, tetapi perekonomian pra-industri Sebagian besar standar hidup tidak jauh di atas subsistensi , antara bahwa mayoritas penduduk difokuskan pada produksi berarti mereka bertahan hidup. Sebagai contoh, pada abad pertengahan Eropa, 80% dari angkatan kerja bekerja di subsistensi pertanian .
Beberapa ekonomi pra-industri, seperti Athena klasik , telah perdagangan dan perdagangan sebagai faktor signifikan, asli Yunani sehingga bisa menikmati kekayaan jauh melampaui standar rezeki hidup melalui penggunaan perbudakan . kelaparan sering terjadi dalam masyarakat pra-industri besar, meskipun beberapa , seperti Belanda dan Inggris dan kedelapan belas dari abad ketujuhbelas, negara kota Italia abad kelima belas, Islam abad pertengahan kekhalifahan , dan kuno Yunani dan Romawi peradaban mampu melepaskan diri dari lingkaran kelaparan melalui perdagangan meningkat dan komersialisasi dari pertanian sektor . Diperkirakan bahwa selama abad ketujuh belas Belanda mengimpor hampir 70% dari pasokan gandum dan pada abad kelima SM Athena diimpor tiga perempat dari total suplai makanan. Industrialisasi melalui inovasi dalam pembuatan proses pertama dimulai dengan Revolusi Industri di barat-utara dan Midlands dari Inggris pada abad kedelapan belas. [11] Hal ini menyebar ke Eropa dan Amerika Utara di kesembilan belas.

1. Jenis / macam-macam industri berdasarkan tempat bahan baku
a. Industri ekstraktif
Industri ekstraktif adalah industri yang bahan baku diambil langsung dari alam sekitar.
- Contoh : pertanian, perkebunan, perhutanan, perikanan, peternakan, pertambangan, dan lain-lain .
b. Industri nonekstaktif
Industri nonekstaktif adalah industri yang bahan baku didapat dari tempat lain selain alam sekitar.
c. Industri fasilitatif
Industri fasilitatif adalah industri yang produk utamanya adalah berbentuk jasa yang dijual kepada para konsumennya.
- Contoh : Asuransi, perbankan, transportasi, ekspedisi, dan lain sebagainya.
2. Golongan / macam industri berdasarkan besar kecil modal
a. Industri padat modal
adalah industri yang dibangun dengan modal yang jumlahnya besar untuk kegiatan operasional maupun pembangunannya
b. Industri padat karya
adalah industri yang lebih dititik beratkan pada sejumlah besar tenaga kerja atau pekerja dalam pembangunan serta pengoperasiannya.
3. Jenis-jenis / macam industri berdasarkan klasifikasi atau penjenisannya
= berdasarkan SK Menteri Perindustrian No.19/M/I/1986 =
a. Industri kimia dasar
contohnya seperti industri semen, obat-obatan, kertas, pupuk, dsb
b. Industri mesin dan logam dasar
misalnya seperti industri pesawat terbang, kendaraan bermotor, tekstil, dll
c. Industri kecil
contoh seperti industri roti, kompor minyak, makanan ringan, es, minyak goreng curah, dll
d. Aneka industri
contoh seperti industri pakaian, industri makanan dan minuman, dan lain-lain.
4. Jenis-jenis / macam industri berdasarkan jumlah tenaga kerja
a. Industri rumah tangga
adalah industri yang jumlah karyawan / tenaga kerja berjumlah antara 1-4 orang.
b. Industri kecil
adalah industri yang jumlah karyawan / tenaga kerja berjumlah antara 5-19 orang.
c. Industri sedang atau industri menengah
adalah industri yang jumlah karyawan / tenaga kerja berjumlah antara 20-99 orang.
d. Industri besar
adalah industri yang jumlah karyawan / tenaga kerja berjumlah antara 100 orang atau lebih.
5. Pembagian / penggolongan industri berdasakan pemilihan lokasi
a. Industri yang berorientasi atau menitikberatkan pada pasar (market oriented industry)
adalah industri yang didirikan sesuai dengan lokasi potensi target konsumen. Industri jenis ini akan mendekati kantong-kantong di mana konsumen potensial berada. Semakin dekat ke pasar akan semakin menjadi lebih baik.
b. Industri yang berorientasi atau menitikberatkan pada tenaga kerja / labor (man power oriented industry)
adalah industri yang berada pada lokasi di pusat pemukiman penduduk karena bisanya jenis industri tersebut membutuhkan banyak pekerja / pegawai untuk lebih efektif dan efisien.
c. Industri yang berorientasi atau menitikberatkan pada bahan baku (supply oriented industry)
adalah jenis industri yang mendekati lokasi di mana bahan baku berada untuk memangkas atau memotong biaya transportasi yang besar.
6. Macam-macam / jenis industri berdasarkan produktifitas perorangan
a. Industri primer
adalah industri yang barang-barang produksinya bukan hasil olahan langsung atau tanpa diolah terlebih dahulu
Contohnya adalah hasil produksi pertanian, peternakan, perkebunan, perikanan, dan sebagainya.
b. Industri sekunder
adalah industri sekunder adalah industri yang bahan mentah diolah sehingga menghasilkan barang-barang untuk diolah kembali.
Contoh adalah pemintalan benang sutra, komponen elektronik, dan sebagainya.
c. Industri tersier
adalah industri yang produk atau barangnya berupa layanan jasa.
Contoh seperti telekomunikasi, transportasi, perawatan kesehatan, dan masih banyak lagi yang lainnya.
Industri secara kasar dapat dibagi dua, yaitu industri jasa dan industri yang menghasilkan barang-barang. Sektor industri yang menghasilkan barang-barang adalah pertanian, pertambangan, industri pengolahan, konstruksi, air, gas dan listrik, sedangkan industri jasa yakni perdagangan, angkutan (transportasi), pemerintahan, perbankan, asuransi persewaan dan jasa-jasa lainnya. Secara umum sektor-sektor industri tadi dibagi atas sektor primer, sekunder dan tersier. Secara ideal, proses industrialisasi bertujuan untuk perubahan struktur ekonomi sehingga terjadi penciptaan nilai tambah yang lebih tinggi dan secara ekonomis masyarakat akan lebih makmur. Kemajuan proses industrialisasi dapat juga diukur dengan melihat jumlah kebutuhan yang berasal dari industri pengolahan. Semakin banyak jenis kebutuhan manusia dalam lingkungan tertentu dipenuhi oleh hasil-hasil industri pengolahan dapat juga dijadikan pertanda maju atau terlambatnya proses itu berlangsung. Bagi Indonesia, alasan untuk melakukan industrialisasi mempunyai berbagai alasan yang kuat yaitu untuk maju. Akan tetapi ada dua hal yang penting yang perlu diperhitungkan, apakah orientasi kita ke arah pengganti impor atau ke arah promosi ekspor. Dalam melihat perkembangan industri perlu diperhatikan apakah industri itu mempunyai kaitan ke arah hulu atau hilir.

B. Keuntungan Komparatif
Dalam membahas teori perdagangan internasional asumsi yang sering digunakan adalah perdagangan bebas. Itulah asumsi perdagangan bebas sebagai suatu bentuk yang ideal. Walaupun dalam dunia perdagangan internasional banyak terjadi rintangan, bukan berarti asumsi perdagangan bebas tidak berguna. Setidak-tidaknya dengan menggunakan asumsi itu, dapat dilihat penyimpangan kejadian-kejadian ekonomi yang menyimpang dari keadaan ideal. Dengan terjadinya penyimpangan-penyimpangan itu, akan dapat pula dilihat akibat-akibat positif dari kejadian itu. Beberapa teori yang menjelaskan terjadinya perdagangan internasional adalah adanya suatu keuntungan komparatif, barang itu mampu bersaing di pasaran internasional. Dengan demikian, berlangsung perdagangan. Keunggulan itu dapat dihubungkan dengan teknologi produksi, tahap pertumbuhan produksi, pola konsumsi, dan siklus produk. Teknologi padat modal telah mulai bergeser ke teknologi padat keterampilan, yang membutuhkan investasi manusia yang semakin tinggi.
Teori Heckscher Ohlin, seperti yang diteliti oleh Leontief di AS tidak tepat, malahan barang-barang yang padat modal yang memasuki negara itu dan sebaliknya barang-barang dengan teknologi padat karya yang diekspor dari negara tersebut. Pola perdagangan yang diamati dalam jangka panjang, siklus produk atau pola bangau terbang banyak mendapat perhatian sejak tahun 1960-an. Namun demikian, faktor-faktor internal (dalam negeri) mempunyai pengaruh yang berarti, di samping faktor-faktor lingkungan internasional. Berbagai rintangan terjadi, oleh karena negara-negara yang baru memasuki industrialisasi dapat memproduksi barang-barang yang dulu diimpor, telah memasuki tahap perluasan ekspor; sedangkan negara-negara yang mengekspornya dulu, telah mengalami masa mengimpor kembali. Untuk memperpanjang siklus suatu produk, peranan penelitian dan pengembangan tentunya perlu mendapat perhatian yang lebih besar.

C. Dampak Positif Industrialisasi
Dampak positif industrialisasi dalam konteks globalisasi saat ini telah diketahui yakni meningkatkan produktivitas melalui peningkatan efisiensi. Namun dampak negatifnya masih banyak diperdebatkan orang, terutama kaitannya dengan kerusakan lingkungan. Ketika sebuah bangsa menggantungkan hidupnya kepada pertanian, maka masalah kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh masyarakat yang hidup dengan bertani belum begitu mengemuka dalam berbagai pembahasan. Lain masalahnya, ketika proses industrialisasi tengah berjalan, maka dampak positifnya rakyat banyak tak lagi terlalu menggantungkan hidupnya pada sumber alam yang langsung digali atau dimanfaatkan.
Peranan sektor industri dalam produksi nasional pada tahun 1990 cukup meningkat. Hal ini ditandai dengan sumbangannya sebesar 21% ke dalam produk domestik bruto (PDB), ini berarti telah melampaui sumbangan sektor pertanian sebesar 19%. (Hartanto, 1995). Selanjutnya berdasarkan data tahun 2000, besar komposisi perbandingan sumbangannya terhadap PDB adalah 30% industri dengan 10% pertanian (LPE-IBII, 2002).
Di Indonesia, ketika industri akan dikembangkan pada awal 1970-an, maka dikenallah tiga konsep pengembangan industri, yaitu : (a) konsep yang bertumpu pada pemanfaatan sumber daya alam/manusia (comparative advantages). (b) konsep yang mengandalkan kecepatan perubahan teknologi (State to the art of technology) dan (c) konsep keterkaitan antara hulu-hilir (industrial linkage). Ketiga konsep itu dilaksanakan secara serempak di Indonesia dimulai pada awal 1970-an. Walaupun ketika itu, terjadi tarik-menarik antara mana yang harus dijadikan prioritas dari masing-masing kelompok pendukung ketiga konsep di atas.
Dawam Rahardjo (1995) menguraikan bahwa di zaman penjajahan kolonial Belanda perkembangan sektor industri di Hindia Belanda (Indonesia) merupakan isue kontroversial, sebab kelompok konservatif di parlemen Belanda, tidak menyetujui adanya proses industrialisasi di tanah jajahan. Setelah merdeka dari penjajahan Belanda, beberapa tokoh mencoba menerangkan perlunya proses industrialisasi di Indonesia antara lain; Mohammad Hatta, Soemitro Djojohadikusumo dan Syafrudin Prawiranegara. Sumitro dari awal berpendapat bahwa industrialisasi perlu sebagai jalan keluar mengentaskan kemiskinan yang disebabkan karena bersumber pada ketergantungan kepada sektor pertanian. Sementara Hatta berargumen bahwa industrialisasi diperlukan sebab dapat menciptakan kemandirian yang lebih besar, sementara sektor pertanian dikhawatirkan karena sangat sensitif terhadap konjungtur perekonomian dunia. Syafrudin Prawiranegara, berbeda pendapat dengan banyak kalangan ketika bersemangat untuk menasionalisasikan perusahaan Belanda. Bagi Syafrudin ketika itu, proses Indonesianisasi jauh lebih penting ketimbang proses nasionalisasi. Karena itu ketika de Javasche Bank diubah menjadi Bank Indonesia, Safrudin membiarkan tenaga ahli Belanda tetap dimanfaatkan. Bagi Syafrudin bukan menguasai lembaganya, tetapi menguasai sistemnya jauh lebih penting.
Dari sudut pandang kepentingan perekonomian suatu bangsa, industrialisasi memang penting bagi kelangsungan pertumbuhan ekonomi tinggi dan stabilitas. Namun, industrialisasi bukanlah tujuan akhir, melainkan hanya merupakan salah satu strategi yang harus ditempuh untuk mendukung proses pembangunan ekonomi guna mencapai tingkat pendapatan perkapita tinggi. Meskipun pelaksanaannya sangat bervariasi antar negara, periode industrialisasi merupakan tahapan logis dalam proses perubahan struktur ekonomi. Tahapan ini diwujudkan secara historis melalui kenaikan kontribusi sektor industri manufaktur dalam permintaan konsumen, produksi, ekspor, dan kesempatan kerja. (Tulus Tambunan, 2001).
Dapat dipahami bahwa ketika membahas masalah industrialisasi, selalu terkait dengan sektor pertanian. Sehingga setiap persoalan industrialisasi akan dibahas secara serempak dengan keterkaitan ke masalah pertanian. Proses pembangunan di Indonesia tetap diawali dengan perhatian pada bagaimana menggerakkan perekonomian yang berbasis pertanian. Karena itu diutamakanlah industri yang menciptakan mesin-mesin pertanian dan sebagainya. Sasaran pembangunan jangka panjang tahap satu adalah, mengubah struktur ekonomi dari struktur yang lebih berat dari pada pertanian kepada struktur yang seimbang antara sektor pertanian dan sektor industri. (Hamzah Haz, 2003). Dengan struktur yang seimbang inilah maka ekonomi rakyat dapat ditumbuhkan.
Kelemahan mendasar pada pembangunan di masa lalu adalah, pertumbuhan tidak berhasil mencapai upaya mengaitkan pertumbuhan dengan pemanfaatan sumber daya alam, pertanian, dan kemaritiman. Ini mungkin salah satu alasan mengapa ketika awal pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid dibentuk Menteri Negara Urusan Perikanan dan Sumber Daya Maritim, karena ketika itu, walaupun dasadari bahwa 60% wilayah Republik Indonesia adalah lautan. Kenyataan ini merupakan salah satu penyebab gagalnya proses industrialisasi di Indonesia dalam menciptakan lapangan kerja, sehingga ketika krisis terjadi sebagian besar angkatan kerja lebih 50% masih bekerja di sektor pertanian, sementara hanya 10% saja yang bekerja di sektor industri.
Pada awal sejarah kehidupan, manusia baru mengenal dan memanfaatkan segala sesuatu yang telah disediakan alam. Perekonomian pada tahap ini disebut perekonomian yang berbasis pertanian, di mana kegiatan pertanian mendominasi seluruh aspek kehidupan. Kegiatan menghasilkan barang hanyalah terbatas pada industri rumah tangga. Demikian pula kegiatannya belumlah menonjol seperti keadaan sekarang. Perekonomian berbasis pertanian ini kemudian berkembang menjadi perekonomian berbasis industri. Tentu saja perkembangan ini akan menyangkut beberapa aspek, sehingga perlu diidentifikasi, ada perkembangan apa saja, serta bagaimana pola pengaruhnya kepada kontribusi kedua sektor yakni pertanian dan industri. Di Indonesia, secara historis, proses industrialisasi itu telah berlangsung lama walaupun berbeda tingkat intensitasnya. Jika dikaitkan dengan kontribusi sektor industri kepada pendapatan domestik bruto, perubahan besar kecilnya kontribusi menunjukkan besarnya peran dalam perjalanan suatu sektor terhadap perekonomian bangsa.

D. Kebijakan industri
Di dalam pembangunan industri ada tiga aspek penting menurut Bezuidenhout yaitu struktur, strategi, dan kebijak industri. Struktur industri di suatu negara akan sangat berhubungan dengan sektor dominan dalam sistem ekonomi negara itu; hubungan antara negara dan pasar, dan dengan cara mengatur fungsi produksi dan reproduksi. Strategi industri adalah bagaimana negara mengubah struktur industri untuk memfasilitasi pembangunan industrinya. Tujuan strategi industri adalah mengarahkan atau menstruktur industri untuk mencapai tujuan sosial-ekonomi, seperti menciptakan lapangan pekerjaan dan pengentasan kemiskinan. Kalau strategi industri lebih berupa pandangan luas restrukturisasi industri sedangkan kebijakan industri mengacu pada kebijakan pemerintah dalam mempromosikan pembangunan industri tanpa intervensi. Kebijakan-kebijakan makroekonomi, pendidikan, dan infrastruktur bisa dikategorikan sebagai kebijakan industri jika mengikuti definisi yang luas. Definisi kebijakan industri yang sempit hanya menyangkut industri tertentu saja. Kebijakan industri akan sangat tergantung dari strategi industri yang diambil oleh suatu negara. Kebijakan industri ini akan mempengaruhi struktur industri. Struktur industri akan mengacu pada bagaimana interaksi negara dan pasar.
Bezuidenhout membandingkan struktur industri, strategi industri, peran negara, dan langkah-langkah kebijakan industri di Afrika Selatan dari empat perspektif pembangunan yaitu perspektif yang digunakan Bank Dunia, perspektif post-Fordism, perspektif Porterism, dan perspektif pendekatan ekonomi politiknya Fine dan Rustomjee (political economy approach).
Perspektif Bank Dunia akan melihat kekurangan struktur industri akibat upah buruh dan biaya modal terlalu tinggi sehingga sektor manufaktur tidak mampu bersaing akibat diproteksi. Untuk membangun industri yang kompetitif, strategi industri harus diambil adalah pemerintah harus memfokuskan pada peningkatan kepercayaan investor untuk merangsang pertumbuhan.
Intervensi negara harus dikurangi dan untuk mendorong kepercayaan investor negara harus mengeluarkan kebijakan yang pro-ekonomi. Peran negara terbatas hanya membagikan tanah terbatas dan meningkatkan keterampilan dasar pekerja industri. Negara mengeluarkan kebijakan meliberalisasi perdagangan dan keuangan, dan mendukung tertib fiskal untuk meningkatkan kepercayaan investor.
Post-Fordism akan melihat kelemahan industri akibat kebijakan substitusi impor, persoalan rasial di Afrika Selatan yang pada era post-Fordism masih sangat kuat, dan menurunnya produktivitas sektor manufaktur. Untuk mengatasi kelemahan industri, negara harus memfokuskan strategi pada peningkatkan produktivitas dan ekspor industri manufaktur. Negara hanya boleh mengintervensi jika ada kegagalan serius. Tetapi negara harus berupaya membangun kapasitas institusi industri yang baik.
Kebijakan industri yang harus diambil adalah menguatkan pasar melalui kebijakan liberalisasi perdagangan, kebijakan yang mendorong kompetisi, dan meningkatkan peran perusahan menengah dan kecil. Kebijakan lainnya adalah memperbaiki kapasitas kelembagaan demi meningkatkan pengembangan sumber daya manusia, misalnya melalui pelatihan-pelatihan. Negara juga dianjurkan mengeluarkan kebijakan yang menguatkan kemampuan teknologi yaitu dengan mendukung penelitian dan pengembangan.
Kelemahan struktur industri menurut perspektif Porterism antara lain karena lemahnya koordinasi antar-perusahaan di dalam satu kelompok ekonomi; perusahaan fokus pada memproduksi untuk pemerintah bukan fokus pada konsumen dan pesaing; ekspor fokus pada komoditi bukan pada peningkatan nilai tambah; lemahnya keterampilan yang terintegrasi pada kapasitas teknologi; lemahnya kompetisi di pasar lokal; dan lemahnya kemampuan birokrasi pemerintahan. Karena itu strategi industri terutama fokus pada meningkatkan kemampuan bersaing dengan menyediakan lingkungan yang baik berbasis pasar agar perusahaan bisa beroperasi. Negara hanya harus menciptakan keadaan yang memungkinkan perusahaan bersaing dengan dorongan pasar. Bentuk intervensi terbaik adalah memperkuat faktor pasar.
Langkah-langkah kebijakan yang harus diambil antara lain menciptakan keadaan yang menghidupi bisnis dengan meningkatkan daya saing lokal dan internasional; pengembangan kelompok-kelompok bisnis serupa; mendorong value chain dan pengembangan industri yang terkait dan mendukung industri. Value chain adalah rantai aktivitas untuk meningkatkan nilai (value). Porter (1998) mengidentifikasi satu rangkaian aktivitas yang umum ada pada perusahaan yaitu barang masuk (inbound logistic), operasi, barang keluar (outbound logistic), pemasaran dan penjualan, dan layanan (service). Setiap aktivitas atau keseluruhannya penting dalam meningkatkan kelebihan kompetitif.
Perspektif keempat mengikuti pendekatan ekonomi politiknya Ben Fine dan Zavareh Rustomjee (1996) yang menguraikan kebijakan industri Afrika Selatan yang didominasi oleh pertambangan. Menurut mereka struktur industri yang lemah akibat ekonomi masih masih didasarkan pada industri yang terdiri dari energi-mineral. Pengaruh dari interes kelas yang terkait dengan komposit energi-mineral membatasi kemampuan berkembang menjadi industri yang kuat.
Pendekatan ekonomi politik Fine dan Rustomjee mengusulkan strategi yaitu negara memelopori investasi pembangunan infrastruktur; secara selektif mengintervensi untuk mengintegrasikan komposit industri mineral-energi ke dalam industri manufaktur. Peran negara dikotomi negara dan pasar harus ditolak. Negaralah yang memegang peran sentral. Fine dan Rustomjee menilai tidak perlu ada usulan kebijakan industri yang spesifik, tetapi langkah-langkah seperti program kerja publik dan mentargetkan industri.
Keempat pendekatan ada penekanan yang berbeda, meskipun semuanya sama-sama sepakat penting memperkuat industri manufaktur. Negara kaya mineral seperti Afrika Selatan adalah mengikuti value chain yang fokus pada penambahan nilai komoditi melalui proses manufaktur sebelum mengekspor atau menjual barang-barang di pasar lokal.
Bezuidenhout menyimpulkan satu hal utama dari proses kebijakan industri di Afrika Selatan adalah peran negara menyangkut langkah-langkah kebijakan pada sisi suplai dan permintaan dan keterlibatan negara dalam pembangunan infrastruktur bangsa. Meskipun sejalan dengan kerangka ekonomi neo-liberal, peran aktif negara berkurang.

E. Industrialisasi dan regulasi sosial
Industrialisasi sederhana bisa didefinisikan sebagai sebuah proses di mana porsi sumbangan industri secara umum dan khususnya manufaktur pada ekonomi atau komposisi penerimaan suatu negara meningkat. Biasanya sejalan dengan menurunnya sektor pertanian. Kondisi seperti ini yang terjadi di sejumlah negara berkembang.
Analisis kebijakan hanya menekankan pada industrialisasi saja tidak cukup. Faktor penting adalah kombinasi industrialisasi dan pembangunan sosial-politik. Para analis kebijakan melihat tiga bentuk kebijakan industrialisasi yaitu ekonomi inti (core economies), ekonomi pinggiran, dan ekonomi semi-pinggiran. Ekonomi inti didasarkan pada industri yang menerapkan teknologi maju dan skill-intensive. Industri ini memiliki isi bernilai tambah tinggi dan tidak sensitif pada persaingan harga karena pasar lebih menejkankan pada kualitas produk dan disain. Industri dominan dalam ekonomi pinggiran terutama sektor yang tidak berdasarkan sains yaitu mendapatkan nilai keuntungan dari sumber daya alam, buruh murah, dan tidak memiliki kapasitas mengembangkan teknologi maupun inovasi produk. Desain dan metoda produksi terstandarisasi dan pertumbuhan produktivitas lambat. Industri semi-pinggiran berada di antara ekonomi inti dan ekonomi pinggiran yaitu memanfaatkan modal lebih tinggi dan tingkat proses produksi lebih canggih daripada ekonomi pinggiran.
Ekonomi Afrika Selatan pada pertengahan 1990-an dicirikan dengan kesenjangan sosial yang besar dan rendahnya pertumbuhan ekonomi akibat kebijakan politik ekonomi aparteid. Kebijakan politik ekonomi yang pro-kulit putih ini disebut Gelb sebagai Forism rasial yang menjadi ciri khas penerapan Fordism plus kebijakan aparteid. Model kebijakan Fordism rasial ini berkarakteristik industrialisasi kombinasi aparteid dan substitusi import. Industrialisasi ini bercirikan Fordism seperti di negara maju (peningkatan produksi masal untuk dikonsumsi masal) tetapi produksi dan konsumsi terstruktur secara rasialis.
Strategi yang berkembang di Afsel hasil dari pengaruh dua faktor lokal penting. Pertama politik domestik yang berakar pada dominasi kulit putih. Dominasi ini mendorong pembuat kebijakan mengadopsi strategi yang akan meningkatkan standar hidup kulit putih. Kedua adalah masuknya Afsel ke dalam pasar tenaga kerja internasional untuk mendapatkan devisa yang akan digunakan membeli peralatan demi pengembangan pertambangan. Model pembangunan yang muncul di Afsel adalah karikatur dari Fordism di negara berkembang, terutama hubungan antara kesukuan (aparteid) dan kelas (kapitalisme). Tekanan rasial yang terinstitusional membuktikan menjadi kualifikasi utama tipe Fordism yang paling mungkin diterapkan di Afsel. Bentuk industrialisasi Fordism seperti ini mengalami hambatan karena tanpa “aspek sosial buruh atau norma konsumsi masal” yang disyaratkan dalam Fordism yaitu upah buruh yang layak.
Tekanan krisis ekonomi internasional yang dikombinasikan dengan tekanan di dalam Afsel pada Fordism rasial mendorong perubahan kebijakan yang rasialis terutama dalam hubungan perburuhan. Ekonomi dan politik Afsel memasuki tahapan krisis struktural yang tidak akan bisa diatasi jika tidak mengubah kebijakan aparteid. Kebijakan aparteid harus dihapuskan sebelum pertumbuhan ekonomi baru bisa terjadi. Dihapuskannya kebijakan aparteid memungkinkan munculnya model pembangunan yang baru.

F. Faktor Pendorong Industrialisasi

Faktor pendorong industrialisasi (perbedaan intesitas dalam proses industrialisasi antar negara) :
a) Kemampuan teknologi dan inovasi
b) Laju pertumbuhan pendapatan nasional per kapita
c) Kondisi dan struktur awal ekonomi dalam negeri. Negara yang awalnya memiliki industri dasar/primer/hulu seperti baja, semen, kimia, dan industri tengah seperti mesin alat produksi akan mengalami proses industrialisasi lebih cepat
d) Besar pangsa pasar DN yang ditentukan oleh tingkat pendapatan dan jumlah penduduk. Indonesia dengan 200 juta orang menyebabkan pertumbuhan kegiatan ekonomi
e) Ciri industrialisasi yaitu cara pelaksanaan industrialisasi seperti tahap implementasi, jenis industri unggulan dan insentif yang diberikan.
f) Keberadaan SDA. Negara dengan SDA yang besar cenderung lebih lambat dalam industrialisasi
Kebijakan/strategi pemerintah seperti tax holiday dan bebas bea masuk bagi industri
Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa antarperorangan (individu dengan individu), antara individu dengan pemerintah suatu negara atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. Di banyak negara, perdagangan internasional menjadi salah satu faktor utama untuk meningkatkan GDP. Meskipun perdagangan internasional telah terjadi selama ribuan tahun (lihat Jalur Sutra, Amber Road), dampaknya terhadap kepentingan ekonomi, sosial, dan politik baru dirasakan beberapa abad belakangan. Perdagangan internasional pun turut mendorong Industrialisasi, kemajuan transportasi, globalisasi, dan kehadiran perusahaan multinasional.


III Kesimpulan
Berdasarkan makalah yang di tulis di atas, dapat di simpulkan bahwa:
Industrialisasi adalah proses perubahan sosial dan ekonomi yang mengubah kelompok manusia dari masyarakat agraris menjadi satu industri. Ini adalah bagian dari proses modernisasi yang lebih luas, di mana perubahan sosial dan pembangunan ekonomi, berkaitan dengan inovasi teknologi, khususnya dengan pengembangan energi skala besar dan produksi metalurgi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar