Rabu, 23 Maret 2011

Sektor Pertanian

I Pendahuluan

Perlu di ketahui bahwa pertanian dapat di lihat sebagai suatu sector ekonomi yang sangat potensial dalam bentuk kontribusinya terhadap pertumbuhan dam pembangunan ekonomi nasional. Ekspansi dari sektor-sektor ekonomi lainnya sangat tergantung pada pertumbuhan output di sektor pertanian, baik dari sisi permintaan sebagai sumber pemasokan makanan yang kontinu mengikuti pertumbuhan penduduk, maupun dari sisi penawaran sebagai sumber bahan baku bagi keperluan produksi di sektor-sektor lain seperti industry manufaktur dan perdagangan. Di Negara-negara agraris seperti Indonesia, pertanian berperan sebagai sumber penting bagi pertumbuhan permintaan domestic bagi produk-produk dari sektor-sektor ekonomi lainnya. Dalam proses pertumbuhan ekonomi terjadi transfer surplus dari pertanian ke industry dan sektor perkotaan lainnya. Sebagai sumber penting bagi surplus neraca perdagangan, baik lewat ekspor hasil-hasil petanian maupun dengan peningkatan produksi pertanian dalam negeri menggantikan impor.

II Pembahasan

A. Sektor Pertanian
Sektor pertanian adalah kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang dilakukan manusia untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku industri, atau sumber energi, serta untuk mengelola lingkungan hidupnya. Kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang termasuk dalam pertanian biasa difahami orang sebagai budidaya tanaman atau bercocok tanam (bahasa Inggris: crop cultivation) serta pembesaran hewan ternak (raising), meskipun cakupannya dapat pula berupa pemanfaatan mikroorganisme dan bioenzim dalam pengolahan produk lanjutan, seperti pembuatan keju dan tempe, atau sekedar ekstraksi semata, seperti penangkapan ikan atau eksploitasi hutan. Bagian terbesar penduduk dunia bermata pencaharian dalam bidang-bidang di lingkup pertanian, namun pertanian hanya menyumbang 4% dari PDB dunia. Sejarah Indonesia sejak masa kolonial sampai sekarang tidak dapat dipisahkan dari sektor pertanian dan perkebunan, karena sektor - sektor ini memiliki arti yang sangat penting dalam menentukan pembentukan berbagai realitas ekonomi dan sosial masyarakat di berbagai wilayah Indonesia. Berdasarkan data BPS tahun 2002, bidang pertanian di Indonesia menyediakan lapangan kerja bagi sekitar 44,3% penduduk meskipun hanya menyumbang sekitar 17,3% dari total pendapatan domestik bruto. Kelompok ilmu-ilmu pertanian mengkaji pertanian dengan dukungan ilmu-ilmu pendukungnya. Inti dari ilmu-ilmu pertanian adalah biologi dan ekonomi. Karena pertanian selalu terikat dengan ruang dan waktu, ilmu-ilmu pendukung, seperti ilmu tanah, meteorologi, permesinan pertanian, biokimia, dan statistika, juga dipelajari dalam pertanian. Usaha tani (farming) adalah bagian inti dari pertanian karena menyangkut sekumpulan kegiatan yang dilakukan dalam budidaya. Petani adalah sebutan bagi mereka yang menyelenggarakan usaha tani, sebagai contoh "petani tembakau" atau "petani ikan". Pelaku budidaya hewan ternak (livestock) secara khusus disebut sebagai peternak.
Sektor pertanian dalam pengertian yang luas mencakup semua kegiatan yang melibatkan pemanfaatan makhluk hidup (termasuk tanaman, hewan, dan mikrobia) untuk kepentingan manusia. Dalam arti sempit, pertanian juga diartikan sebagai kegiatan pemanfaatan sebidang lahan untuk membudidayakan jenis tanaman tertentu, terutama yang bersifat semusim. Usaha pertanian diberi nama khusus untuk subjek usaha tani tertentu. Kehutanan adalah usaha tani dengan subjek tumbuhan (biasanya pohon) dan diusahakan pada lahan yang setengah liar atau liar (hutan). Peternakan menggunakan subjek hewan darat kering (khususnya semua vertebrata kecuali ikan dan amfibia) atau serangga (misalnya lebah). Perikanan memiliki subjek hewan perairan (termasuk amfibia dan semua non-vertebrata air). Suatu usaha pertanian dapat melibatkan berbagai subjek ini bersama-sama dengan alasan efisiensi dan peningkatan keuntungan. Pertimbangan akan kelestarian lingkungan mengakibatkan aspek-aspek konservasi sumber daya alam juga menjadi bagian dalam usaha pertanian. Semua usaha pertanian pada dasarnya adalah kegiatan ekonomi sehingga memerlukan dasar-dasar pengetahuan yang sama akan pengelolaan tempat usaha, pemilihan benih/bibit, metode budidaya, pengumpulan hasil, distribusi produk, pengolahan dan pengemasan produk, dan pemasaran. Apabila seorang petani memandang semua aspek ini dengan pertimbangan efisiensi untuk mencapai keuntungan maksimal maka ia melakukan pertanian intensif (intensive farming). Usaha pertanian yang dipandang dengan cara ini dikenal sebagai agribisnis. Program dan kebijakan yang mengarahkan usaha pertanian ke cara pandang demikian dikenal sebagai intensifikasi. Karena pertanian industrial selalu menerapkan pertanian intensif, keduanya sering kali disamakan. Sisi yang berseberangan dengan pertanian industrial adalah pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture). Pertanian berkelanjutan, dikenal juga dengan variasinya seperti pertanian organik atau permakultur, memasukkan aspek kelestarian daya dukung lahan maupun lingkungan dan pengetahuan lokal sebagai faktor penting dalam perhitungan efisiensinya. Akibatnya, pertanian berkelanjutan biasanya memberikan hasil yang lebih rendah daripada pertanian industrial. Pertanian modern masa kini biasanya menerapkan sebagian komponen dari kedua kutub "ideologi" pertanian yang disebutkan di atas. Selain keduanya, dikenal pula bentuk pertanian ekstensif (pertanian masukan rendah) yang dalam bentuk paling ekstrem dan tradisional akan berbentuk pertanian subsisten, yaitu hanya dilakukan tanpa motif bisnis dan semata hanya untuk memenuhi kebutuhan sendiri atau komunitasnya. Sebagai suatu usaha, pertanian memiliki dua ciri penting: selalu melibatkan barang dalam volume besar dan proses produksi memiliki risiko yang relatif tinggi. Dua ciri khas ini muncul karena pertanian melibatkan makhluk hidup dalam satu atau beberapa tahapnya dan memerlukan ruang untuk kegiatan itu serta jangka waktu tertentu dalam proses produksi. Beberapa bentuk pertanian modern (misalnya budidaya alga, hidroponika) telah dapat mengurangi ciri-ciri ini tetapi sebagian besar usaha pertanian dunia masih tetap demikian.
Kegiatan pertanian (budidaya tanaman dan ternak) merupakan salah satu kegiatan yang paling awal dikenal peradaban manusia dan mengubah total bentuk kebudayaan. Para ahli prasejarah umumnya bersepakat bahwa pertanian pertama kali berkembang sekitar 12.000 tahun yang lalu dari kebudayaan di daerah "bulan sabit yang subur" di Timur Tengah, yang meliputi daerah lembah Sungai Tigris dan Eufrat terus memanjang ke barat hingga daerah Suriah dan Yordania sekarang. Bukti-bukti yang pertama kali dijumpai menunjukkan adanya budidaya tanaman biji-bijian (serealia, terutama gandum kuna seperti emmer) dan polong-polongan di daerah tersebut. Pada saat itu, 2000 tahun setelah berakhirnya Zaman Es terakhir di era Pleistosen, di dearah ini banyak dijumpai hutan dan padang yang sangat cocok bagi mulainya pertanian. Pertanian telah dikenal oleh masyarakat yang telah mencapai kebudayaan batu muda (neolitikum), perunggu dan megalitikum. Pertanian mengubah bentuk-bentuk kepercayaan, dari pemujaan terhadap dewa-dewa perburuan menjadi pemujaan terhadap dewa-dewa perlambang kesuburan dan ketersediaan pangan. Teknik budidaya tanaman lalu meluas ke barat (Eropa dan Afrika Utara, pada saat itu Sahara belum sepenuhnya menjadi gurun) dan ke timur (hingga Asia Timur dan Asia Tenggara). Bukti-bukti di Tiongkok menunjukkan adanya budidaya jewawut (millet) dan padi sejak 6000 tahun sebelum Masehi. Masyarakat Asia Tenggara telah mengenal budidaya padi sawah paling tidak pada saat 3000 tahun SM dan Jepang serta Korea sejak 1000 tahun SM. Sementara itu, masyarakat benua Amerika mengembangkan tanaman dan hewan budidaya yang sejak awal sama sekali berbeda. Hewan ternak yang pertama kali didomestikasi adalah kambing/domba (7000 tahun SM) serta babi (6000 tahun SM), bersama-sama dengan domestikasi kucing. Sapi, kuda, kerbau, yak mulai dikembangkan antara 6000 hingga 3000 tahun SM. Unggas mulai dibudidayakan lebih kemudian. Ulat sutera diketahui telah diternakkan 2000 tahun SM. Budidaya ikan air tawar baru dikenal semenjak 2000 tahun yang lalu di daerah Tiongkok dan Jepang. Budidaya ikan laut bahkan baru dikenal manusia pada abad ke-20 ini.
Dari sudut pandang ekonomi, Ekonomi Indonesia sebenarnya telah mengalami pertumbuhan pesat sejak PJP I, walaupun beberapa tahun terakhir ini gerak tersebut nampak melambat. Perkembangan ekonomi ini juga disertai dengan perubahan struktur ke arah lebih non agraris. Peranan sektor industri dan jasa meningkat secara cukup berarti, sementara sektor pertanian secara relatif mengalami penurunan kontribusi dalam produk nasional. Pergeseran peranan sektoral ini juga diikuti dengan perubahan kemampuan dalam menyerap tenaga kerja. Daya serap sektor pertanian melemah dan posisinya secara bertahap diambil alih sektor non pertanian..
Di Indonesia arah dan tujuan pembangunan nasional secara rinci dicantumkan dalam GBHN. Segala usaha dan kegiatan pembangunan harus dapat dimanfaatkan bagi peningkatan kesejahteraan rakyat. Dan hasil-hasil yang dicapai harus dapat dinikmati secara merata oleh seluruh rakyat. Penelitian ini didasari oleh kondisi bahwa Indonesia dikenal sebagai negara agraris, yang sampai sekarang sekitar 70% penduduk Indonesia tinggal didaerah pedesaan. Dimana sebagian besar penduduk menggantungkan hidup dari sektor pertanian atau mempunyai mata pencaharian sebagai petani. Maka sebagaimana diamanatkan oleh GBHN, sektor pertanian ini ditetapkan sebagai motor penggerak pertumbuhan yang mampu meningkatkan pendapatan para petani dan mampu mengentaskan kemiskinan. Akan tetapi kondisi sangat beda, nasib petani dari hari ke hari kian terpuruk. Tingkat kesejahteraannya tidak membaik, seiring dengan laju pertumbuhan ekonomi yang semestinya dinikmati bersama. Posisi tawar mereka lemah sekali. Kebijakan pemerintah sudah banyak dilakukan namun belum mengena sasaran dan belum intensif. Akibatnya, nilai tukar produk pertanian termasuk pangan tetap rendah. Peningkatan pendapatan di sektor pertanian pun termasuk paling lambat.
Penelitian ini akan mengkaji “perjalanan” pembangunan pertanian yang terkesan terpinggirkan. Kebijakan dalam pembangunan nasional, khususnya di bidang kesejahteraan seolah selalu menempatkan petani pada posisi yang diperhatikan, namun dalam kenyataan membuktikan bahwa pertanian menjadi sektor yang inferior dalam pengembangannya. Dampak faktor internal (dalam negeri) ditunjang faktor eksternal (liberalisasi perdagangan) adalah pada keterpurukan pertanian yang pada gilirannya menurunkan kesejahteraan petani.
Peningkatan kesejahteraan masyarakat, sebenarnya merupakan salah satu tujuan pembangunan nasional. Sebagai negara agraris dengan sebagian besar penduduk berusaha di bidang pertanian (sebagai petani), maka perhatian terhadap kesejahteraan petani merupakan prioritas utama pembangunan. Didukung dengan peranan sektor pertanian sebagai penyedia kebutuhan pangan pokok, pembentuk devisa (melalui ekspor) dan penampung tenaga kerja khususnya di pedesaan. Oleh karena itu arah kebijakan sektor pertanian saat ini lebih menekankan pada ekonomi kerakyatan yang secara langsung melibatkan petani sebagai tulang punggung sektor pertanian.
Kebijakan peningkatan kesejahteraan petani padi mempunyai arti yang sangat strategis, Salah satu alat ukur daya beli petani yang mencerminkan tingkat kesejahteraan petani yang dipublikasikan oleh badan Pusat Statistik (BPS) diformulasikan dalam bentuk Nilai Tukar Petani (NTP). Istilah nilai tukar sesungguhnya mempunyai arti yang luas. Secara umum nilai tukar dapat digolongkan dalam empat kelompok (Tsakok,1990) , yaitu : (a) Nilai tukar Barter (Barter Terms of Trade), (b) Nilai Tukar Faktorial (Factorial Term of Trade), (c) Nilai Tukar Pendapatan (IncomeTerms of Trade) dan (d) Nilai Tukar Petani (Farmers Term of Trade).
Nilai Tukar Petani (NTP) dapat dikatakan sebagai tingkat hubungan antara hasil pertanian yang dihasilkan petani dengan barang dan jasa yang dikonsumsi dan dibeli petani. Disamping berkaitan dengan permasalahan kekuatan relative daya beli komoditas (konsep barter), fenomena nilai tukar petani terkait dengan perilaku ekonomi rumahtangga. Proses pengambilan keputusan rumahtangga untuk memproduksi, membelanjakan dan mengkonsumsi suatu barang merupakan bagian dari perilaku ekonomi rumahtangga (teori ekonomi rumahtangga).
Agropolitan suatu program unggulan yang bertumpu pada sektor pertanian merupakan salah satu implementasi langsung didaerah dalam rangka memacu perekonomian masyarakat. Agropolitan ini menjadi pilihan program pembangunan karena sebagian besar masyarakat merupakan masyarakat agraris. Karena berbasis pada sektor pertanian tentunya yang menjadi sasaran dan ujung tombak program agropolitan ini adalah para petani.
Untuk melihat keberhasilan pembangunan sektor pertanian terutama program agropolitan tersebut, maka selain data tentang pertumbuhan ekonomi juga diperlukan data pengukur tingkat kesejahteraan penduduk khususnya petani. Salah satu indikator yang bisa dipakai untuk melihat kesejahteraan petani adalah indeks nilai tukar petani (NTP). Hal ini terlihat bila kita membandingkan angka NTP Pada periode tertentu dengan NTP pada tahun dasar. Indeks NTP ini mempunyai kegunaan untuk mengukur kemampuan tukar produk yang dijual petani dengan produk yang dubutuhkan Petani dalam berproduksi dan konsumsi barang dan jasa untuk keperluan rumah tangga.

B. Peran Sektor Pertanian
Sektor pertanian mempunyai peranan strategis sebagai leading sector dalam perekonomian nasional terutama dalam penyerapan tenaga kerja, penyedia bahan pangan, pensuply bahan baku bagi industri, tempat pemasaran hasil-hasil industri, atau dapat dikatakan bahwa sektor pertanian mempunyai kaitan ke belakang (backward-linkage) maupun kaitan ke depan (forward-linkage) dengan sektor lain. Keterkaitan ini dapat mempercepat laju pertumbuhan ekonomi daerah melalui daya dorong dan daya tarik masing-masing sektor. Oleh karena itu kaitan ke belakang, kaitan ke depan, daya dorong dan daya tarik sektor-sektor perekonomian sangat penting dipedomani dalam rangka membuat maupun mengevaluasi kebijakan pembangunan sektoral diwilayah perdesaan. Penelitian ini dilaksanakan melalui survey terhadap dua ratus orang sampel yang ditentukan secara sebanding berdasarkan kegiatan atau sektor di delapan desa/kelurahan Kecamatan Raya. Sektor-sektor ditentukan berdasarkan kesamaan dalam proses produksi maupun mengacu kepada penggolongan sumber pendapatan daerah yang dilakukan di Kabupaten Simalungun. Data-data sekunder diperoleh dari beberapa instansi seperti Sapeda, Dinas Pertanian, Biro Pusat Statistik Kabupaten Simalungun, kantor Camat Raya dan kantor Kepala desa. Data primer maupun data sekunder disusun dalam tabel input-output sebagai analisis data. Dalam struktur output dan struktur nilai tambah sektor pertanian memberikan kontribusi sebesar 34,23 persen dan 37,76 persen terhadap output maupun nilai tambah total. Selain itu sektor pertanian juga memberikan kontribusi dalam kesempatan kerja sebesar 80.92 persen dari total tenaga kerja di Kecamatan Raya. Sedangkan arah investasi di Kecamatan Raya adalah sektor transportasi yaitu sebesar 37,13 persen perdagangan 31,24 persen, agroindustri 8,84 persen dan buah-buahan 7,96 persen. Sektor yang kuat mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah sekaligus peka terhadap sektor lain adalah sektor agroindustri dan perdagangan, sedangkan sektor yang peka terhadap output dari sektor lain tetapi kurang berkemampuan mendorong pertumbuhan wilayah adalah sektor buah-buahan dan peternakan. Dan sebaliknya sektor yang hanya mampu mendorong pertumbuhan wilayah tetapi kurang peka terhadap sektor lain adalah sektor ubi dan transportasi. Sektor yang mempunyai kaitan kebelakang kuat adalah sektor ubi,perdagangan dan agroindustri sedangkan sektor yang memiliki kaitan ke depan kuat adalah padi, jagung, perkebunan rakyat, buah-buahan dan jasa. Berdasarkan pertimbangan ini, maka dalam rangka mempercepat pertumbuhan ekonomi wilayah perlu memprioritaskan sektor pertanian yang menjadi sektor pemimpin seperti sektor buah-buahan, ubi, peternakan maupun perkebunan rakyat kemudian dilanjutkan untuk mempersiapkan perdagangan dan agroindustri yang lebih besar.

C. Nilai Tukar Petani
Badan Pusat Statistik memutakhirkan perhitungan nilai tukar petani. Indikator pengukuran daya beli petani ini sebelumnya dihitung dengan kondisi pembanding tahun 1993. Padahal, kondisi saat ini sudah sangat jauh berbeda sehingga peningkatan dan penurunan daya beli petani tidak cukup tecermin. Deputi Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Ali Rosidi di Jakarta, Senin (23/6), menjelaskan, nilai tukar petani dihitung dengan membandingkan indeks harga yang diterima petani dan indeks harga yang dibayar petani untuk keperluan konsumsi rumah tangga serta keperluan produksi pertanian. Diagram timbang nilai tukar petani (NTP) dengan tahun dasar 1993 yang digunakan selama 14 tahun terakhir, diakui Ali, sudah tidak peka untuk mengukur peningkatan atau penurunan kesejahteraan petani yang tercermin pada perbandingan indeks tersebut. Kondisi pola produksi, struktur biaya, pola konsumsi rumah tangga petani, dan struktur geografis saat ini dengan kondisi pada tahun dasar sudah sangat jauh berbeda. Penggantian tahun dasar idealnya dilakukan lima tahun sekali," ujarnya. Terkait dengan kelemahan perhitungan NTP itu, BPS menyiapkan diagram timbang baru dengan tahun dasar 2007. Diagram baru dengan tahun dasar 2007 mulai digunakan untuk menghitung NTP Mei 2008 yang akan diumumkan pada 1 Juli. Perhitungan NTP bertahun dasar 1993 hanya mencakup 23 provinsi, sedangkan perhitungan yang baru dilakukan di 32 provinsi.
NTP lama juga hanya membedakan petani dalam dua subsektor, yakni tanaman bahan makanan dan tanaman perkebunan rakyat. Penghitungan NTP baru membedakan petani pada lima subsektor, yakni tanaman pangan, hortikultura, perkebunan rakyat, peternakan, dan perikanan. Ini akan amat bermanfaat karena kondisi petani di tiap subsektor itu bisa jauh berbeda. Pada simulasi yang dilakukan untuk NTP Maret 2008 terhadap Februari 2008 dengan diagram timbang baru, misalnya, tampak bahwa NTP subsektor padi dan palawija turun 5,32 persen. Padahal, NTP subsektor hortikultura dan perkebunan rakyat meningkat sebesar 2,52 dan 1,89 persen. Indikator kesejahteraan petani yang ditampilkan dengan NTP diharapkan menjadi pertimbangan untuk menyusun program pembangunan pertanian. Kepala Pusat Data dan Informasi Departemen Pertanian Edi Abdurachman berpendapat, NTP selama ini digunakan sebagai data pendukung untuk memonitor dan mengevaluasi hasil program pembangunan pertanian.
Perkembangan NTP yang mencerminkan peningkatan atau penurunan kesejahteraan petani tidak dapat mengindikasikan berhasil atau tidaknya program pembangunan pertanian. Hal itu disebabkan perkembangan NTP tidak semata-mata diakibatkan oleh kebijakan sektor pertanian, tetapi juga kondisi di luar sektor pertanian, seperti laju inflasi. Kepala Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian pada Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Tahlim Sudaryanto mengatakan, NTP belum sempurna untuk menghitung tingkat kesejahteraan petani. "Idealnya untuk mengukur tingkat kesejahteraan petani diperlukan data tentang tingkat pendapatan petani," katanya. NTP baru memperhitungkan pendapatan utama petani dari produksi komoditas tertentu. Padahal, petani juga kerap memperoleh tambahan penghasilan lain, seperti dengan menjadi buruh tani atau pekerjaan lain di luar sektor pertanian. Oleh karena itu, idealnya NTP dilengkapi data lebih detail, terutama menyangkut tingkat pendapatan.

D. Masalah Dalam Sektor Pertanian
Ada tiga masalah yang dihadapi negara Indonesia dalam membangun sektor pertanian dewasa ini. Ketiga masalah tersebut yakni kemampuan pertanian, ketergantungan pasokan dari luar dan produsen pangan luar negeri yang tidak menginginkan kemandirian pertanian Indonesia.
Kemampuan pertanian kita untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri relatif telah dan sedang menurun dengan sangat besar. Dan sekarang Indonesia berada dalam ancaman rawan pangan, bukan karena tidak adanya pangan tetapi karena pangan untuk rakyat Indonesia sudah tergantung dari supply luar. Selain itu pasar pangan amat besar yang kita miliki diincar oleh produsen pangan luar negeri yang tidak menginginkan Indonesia memiliki kemandirian di bidang pangan.

Cara Mengatasi Masalah :

Langkah untuk mengatasi ketiga masalah itu yakni harus dibuat road map (peta jalan) untuk industri berbasis agro dan perkebunan, regionalisasi pengembangan komoditi untuk menuju skala ekonomi dan aglomerasi, pengembangan pertanian tanaman pangan, peternakan dan industri kecil menengah pedesaan. ”Dengan adanya peta jalan di tiga ranah maka diharapkan pengembangan pertanian kita menjadi lebih focus dan terarah.

Selain itu aspek penting lainnya yang perlu mendapat perhatian adalah meningkatkan kuantitas dan kualitas infrastruktur dan social capital untuk sektor pertanian guna meningkatkan efesiensi, produktivitas dan inovasi. Pemerintah baik pusat maupun daerah harus lebih proaktif dalam membangun inisiatif dan tindakan untuk membuat jejaring kersajama usaha tani sebagai agenda pembangunan daerah. ”Selain itu pemerintah harus berani dan tegas dalam membuka, menciptakan, dan mengamankan pasar produk pertanian dan memihak petani. Dengan kebijakan agropolitan yang diterapkan berhasil meningkatkan produksi pangan secara lestari pada tingkat harga yang pantas untuk petani dan membangun daya saing serta berhasil mengekspor jagung ke Malaysia, Korea dan Filipina. ”Ini diakui oleh Pemerintah tiga tahun berturut-turut mendapatkan penghargaan pangan nasional dan Gorontalo mendapatkan sebutan provinsi jagung.

Kontibusi terhadap kesempatan kerja
Di suatu Negara besar seperti Indonesia, di mana ekonomi dalam negerinya masih di dominasi oleh ekonomi pedesaan sebagian besar dari jumlah penduduknya atau jumlah tenaga kerjanya bekerja di pertanian. Di Indonesia daya serap sektor tersebut pada tahun 2000 mencapai 40,7 juta lebih. Jauh lebih besar dari sector manufaktur. Ini berarti sektor pertanian merupakan sektor dengan penyerapan tenaga kerja yang tinggi. Kalau dilihat pola perubahan kesempatan kerja di pertanian dan industri manufaktur, pangsa kesempatan kerja dari sektor pertama menunjukkan suatu pertumbuhan tren yang menurun, sedangkan di sektor kedua meningkat. Perubahan struktur kesempatan kerja ini sesuai dengan yang di prediksi oleh teori mengenai perubahan struktur ekonomi yang terjadi dari suatu proses pembangunan ekonomi jangka panjang, yaitu bahwa semakin tinggi pendapatan per kapita, semakin kecil peran dari sektor primer, yakni pertambangan dan pertanian, dan semakin besar peran dari sektor sekunder, seperti manufaktur dan sektor-sektor tersier di bidang ekonomi. Namun semakin besar peran tidak langsung dari sektor pertanian, yakni sebagai pemasok bahan baku bagi sektor industri manufaktur dan sektor-sektor ekonomi lainnya.

Kontribusi devisa
Pertanian juga mempunyai kontribusi yang besar terhadap peningkatan devisa, yaitu lewat peningkatan ekspor dan atau pengurangan tingkat ketergantungan Negara tersebut terhadap impor atas komoditi pertanian. Komoditas ekspor pertanian Indonesia cukup bervariasi mulai dari getah karet, kopi, udang, rempah-rempah, mutiara, hingga berbagai macam sayur dan buah. Peran pertanian dalam peningkatan devisa bisa kontradiksi dengan perannya dalam bentuk kontribusi produk. Kontribusi produk dari sector pertanian terhadap pasar dan industri domestic bisa tidak besar karena sebagian besar produk pertanian di ekspor atau sebagian besar kebutuhan pasar dan industri domestic disuplai oleh produk-produk impor. Artinya peningkatan ekspor pertanian bisa berakibat negative terhadap pasokan pasar dalam negeri, atau sebaliknya usaha memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri bisa menjadi suatu factor penghambat bagi pertumbuhan ekspor pertanian. Untuk mengatasinya ada dua hal yang perlu dilakukan yaitu menambah kapasitas produksi dan meningkatkan daya saing produknya. Namun bagi banyak Negara agraris, termasuk Indonesia melaksanakan dua pekerjaan ini tidak mudah terutama karena keterbatasan teknologi, SDM, dan modal.

Kontribusi terhadap produktivitas
Banyak orang memperkirakan bahwa dengan laju pertumbuhan penduduk di dunia yang tetap tinggi setiap tahun, sementara lahan-lahan yang tersedia untuk kegiatan-kegiatan pertanian semakin sempit, maka pada suatu saat dunia akan mengalami krisis pangan (kekurangan stok), seperti juga diprediksi oleh teori Malthus. Namun keterbatasan stok pangan bisa diakibatkan oleh dua hal: karena volume produksi yang rendah ( yang disebabkan oleh faktor cuaca atau lainnya), sementara permintaan besar karena jumlah penduduk dunia bertambah terus atau akibat distribusi yang tidak merata ke sluruh dunia. Mungkin sudah merupakan evolusi alamiah seiring dnegan proses industrialisasi dimana pangsa output agregat (PDB) dari pertanian relatif menurun, sedangkan dari industri manufaktur dan sektor-sektor skunder lainnya, dan sektor tersier meningkat. Perubahan struktur ekonomi seperti ini juga terjadi di Indonesia. Penurunan kontribusi output dari pertanian terhadap pembentukan PDB bukan berarti bahwa volume produksi berkurang (pertumbuhan negatif). Tetapi laju pertumbuhan outputnya lebih lambat dibandingkan laju pertumbuhan output di sektor-sektor lain. Bukan hanya dialami oleh Indinesia tetapi secara umum ketergantungan negara agraris terhadap impor pangan semakin besar, jika dibandingkan dengan 10 atau 20 tahun yang lalu, misalnya dalam hal beras. Setiap tahun Indonesia harus mengimpor beras lebih dari 2 juta ton. Argumen yang sering digunakan pemerintah untuk membenarkan kebijakan M-nya adalah bahwa M beras merupakan suatu kewajiban pemerintah yang tak bisa dihindari, karena ini bukan semata-mata hanya menyangkut pemberian makanan bagi penduduk, tapi juga menyangkut stabilitas nasional (ekonomi, politik, dan sosial). Kemampuan Indonesia meningkatkan produksi pertanian untuk swasembada dalam penyediaan pangan sangat ditentukan oleh banyak faktor eksternal maupun internal. Satu-satunya faktor eksternal yang tidak bisa dipengaruhi oleh manusia adalah iklim, walaupun dengan kemajuan teknologi saat ini pengaruh negatif dari cuaca buruk terhadap produksi pertanian bisa diminimalisir. Dalam penelitian empiris, factor iklim biasanya dilihat dalam bentuk banyaknya curah hujan (millimeter). Curah hujan mempengaruhi pola produksi, pola panen, dan proses pertumbuhan tanaman. Sedangkan factor-faktor internal, dalam arti bisa dipengaruhi oleh manusia, di antaranya yang penting adalah lusa lahan, bibit, berbagai macam pupuk (seperti urea, TSP, dan KCL), pestisida, ketersediaan dan kualitas infrastruktur, termasuk irigasi, jumlah dan kualitas tenaga kerja (SDM), K, dan T. kombinasi dari faktor-faktor tersebut dalam tingkat keterkaitan yang optimal akan menentukan tingkat produktivitas lahan (jumlah produksi per hektar) maupun manusia (jumlah produk per L/petani). Saat ini Indonesia, terutama pada sektor pertanian (beras) belum mencukupi kebutuhan dalam negeri. Ini berarti Indonesia harus meningkatkan daya saing dan kapasitas produksi untuk menigkatkan produktivitas pertanian.




III Kesimpulan
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor pertanian sebagai sumber mata pencarian penduduknya, dengan demikian sebagian besar penduduk menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. Kebijakan pembangunan ekonomi di Indonesia mestinya difokuskan pada sektor yang menghidupi mayoritas penduduk yaitu penduduk yang ada di pedesaan dengan profesi sebagai petani. Pengembangan industri mestinya juga difokuskan pada aktivitas yang memiliki keterkaitan dengan kepentingan mayoritas. Pada tahun 199711998 krisis ekonomi menunjukkan bahwa sektor pertanian memiliki daya tahan yang cukup tinggi terhadap goncangan ekonomi dibandingkan sektor lain Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis 1) seberapa besar sumbangan sektor pertanian dalam PDB; 2) seberapa besar pengaruh sektor pertanian dalam pertumbuhan PDB dan terhadap pemerataan pendapatan antar daerah di lndonesia; 3) bagaimana pengaruh pertumbuhan PDB terhadap ketimparugan pendapatan antar daerah di lndonesia; 4) mengapa kebijaksan&m program pembangunan sektor pertanian belum mampu sepenuhnya diterapkan secara optimal melalui potensi yang dimiliki oleh masing-masing daerah. Metode penelitian dilalcukan dengan melalarkan pengumpulan data sekunder yaitu data PDRB propinsi-propinsi di Indonesia sejak tahun 2003-2007.

1 komentar:

  1. Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.

    Nama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.

    Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.

    Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.

    Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut

    BalasHapus