Rabu, 30 Maret 2011

Industrialisasi

I Pendahuluan

Dalam sejarah pembangunan ekonomi, konsep industrialisasi berawal dari revolusi industry pertama pada pertengahan abad ke-18 di inggris, yang di tandai dengan penemuan metode baru untuk pemintalan, dan penemuan kapas yang menciptakan spesialisasi dalam produksi, serta peningkatan produktivitas dari factor produksi yang di gunakan. Setelah itu, inovasi dan penemuan baru dalam pengolahan besi dan mesin uap, yang mendorong inovasi dalam pembuatan antara lain besi, baja, kereta api, dan kapal tenaga uap. Setelah itu, kemudian menyusul revolusi industry kedua pada akhir abad ke-18, dan awal abad ke-19 dengan berbagai perkembangan teknologi dan inovasi. Setelah perang dunia II, mulai muncul berbagai macam teknologi baru seperti system produksi masal dengan menggunakan jalur assembling, tenaga listrik, kendaraan bermotor, penemuan berbagai barang sintetis, dan revolusi teknologi telekomunikasi, elektronik, bio, computer, dan penggunaan robot. Semua perkembangan ini mengubah pola produksi industry, meningkatkan volume perdagangan dunia, dan memacu proses industrialisasi di dunia.

II Pembahasan

A. Industrialisasi
menghasilkan laba menjadi tenaga mesin. Industrialisasi merupakan suatu usaha atau kegiatan pengolahan bahan mentah atau barang setengah jadi menjadi barang jadi barang jadi yang memiliki nilai tambah untuk mendapatkan keuntungan. Usaha perakitan atau assembling dan juga reparasi adalah bagian dari industri. Hasil industri tidak hanya berupa barang, tetapi perekonomian pra-industri Sebagian besar standar hidup tidak jauh di atas subsistensi , antara bahwa mayoritas penduduk difokuskan pada produksi berarti mereka bertahan hidup. Sebagai contoh, pada abad pertengahan Eropa, 80% dari angkatan kerja bekerja di subsistensi pertanian .
Beberapa ekonomi pra-industri, seperti Athena klasik , telah perdagangan dan perdagangan sebagai faktor signifikan, asli Yunani sehingga bisa menikmati kekayaan jauh melampaui standar rezeki hidup melalui penggunaan perbudakan . kelaparan sering terjadi dalam masyarakat pra-industri besar, meskipun beberapa , seperti Belanda dan Inggris dan kedelapan belas dari abad ketujuhbelas, negara kota Italia abad kelima belas, Islam abad pertengahan kekhalifahan , dan kuno Yunani dan Romawi peradaban mampu melepaskan diri dari lingkaran kelaparan melalui perdagangan meningkat dan komersialisasi dari pertanian sektor . Diperkirakan bahwa selama abad ketujuh belas Belanda mengimpor hampir 70% dari pasokan gandum dan pada abad kelima SM Athena diimpor tiga perempat dari total suplai makanan. Industrialisasi melalui inovasi dalam pembuatan proses pertama dimulai dengan Revolusi Industri di barat-utara dan Midlands dari Inggris pada abad kedelapan belas. [11] Hal ini menyebar ke Eropa dan Amerika Utara di kesembilan belas.

1. Jenis / macam-macam industri berdasarkan tempat bahan baku
a. Industri ekstraktif
Industri ekstraktif adalah industri yang bahan baku diambil langsung dari alam sekitar.
- Contoh : pertanian, perkebunan, perhutanan, perikanan, peternakan, pertambangan, dan lain-lain .
b. Industri nonekstaktif
Industri nonekstaktif adalah industri yang bahan baku didapat dari tempat lain selain alam sekitar.
c. Industri fasilitatif
Industri fasilitatif adalah industri yang produk utamanya adalah berbentuk jasa yang dijual kepada para konsumennya.
- Contoh : Asuransi, perbankan, transportasi, ekspedisi, dan lain sebagainya.
2. Golongan / macam industri berdasarkan besar kecil modal
a. Industri padat modal
adalah industri yang dibangun dengan modal yang jumlahnya besar untuk kegiatan operasional maupun pembangunannya
b. Industri padat karya
adalah industri yang lebih dititik beratkan pada sejumlah besar tenaga kerja atau pekerja dalam pembangunan serta pengoperasiannya.
3. Jenis-jenis / macam industri berdasarkan klasifikasi atau penjenisannya
= berdasarkan SK Menteri Perindustrian No.19/M/I/1986 =
a. Industri kimia dasar
contohnya seperti industri semen, obat-obatan, kertas, pupuk, dsb
b. Industri mesin dan logam dasar
misalnya seperti industri pesawat terbang, kendaraan bermotor, tekstil, dll
c. Industri kecil
contoh seperti industri roti, kompor minyak, makanan ringan, es, minyak goreng curah, dll
d. Aneka industri
contoh seperti industri pakaian, industri makanan dan minuman, dan lain-lain.
4. Jenis-jenis / macam industri berdasarkan jumlah tenaga kerja
a. Industri rumah tangga
adalah industri yang jumlah karyawan / tenaga kerja berjumlah antara 1-4 orang.
b. Industri kecil
adalah industri yang jumlah karyawan / tenaga kerja berjumlah antara 5-19 orang.
c. Industri sedang atau industri menengah
adalah industri yang jumlah karyawan / tenaga kerja berjumlah antara 20-99 orang.
d. Industri besar
adalah industri yang jumlah karyawan / tenaga kerja berjumlah antara 100 orang atau lebih.
5. Pembagian / penggolongan industri berdasakan pemilihan lokasi
a. Industri yang berorientasi atau menitikberatkan pada pasar (market oriented industry)
adalah industri yang didirikan sesuai dengan lokasi potensi target konsumen. Industri jenis ini akan mendekati kantong-kantong di mana konsumen potensial berada. Semakin dekat ke pasar akan semakin menjadi lebih baik.
b. Industri yang berorientasi atau menitikberatkan pada tenaga kerja / labor (man power oriented industry)
adalah industri yang berada pada lokasi di pusat pemukiman penduduk karena bisanya jenis industri tersebut membutuhkan banyak pekerja / pegawai untuk lebih efektif dan efisien.
c. Industri yang berorientasi atau menitikberatkan pada bahan baku (supply oriented industry)
adalah jenis industri yang mendekati lokasi di mana bahan baku berada untuk memangkas atau memotong biaya transportasi yang besar.
6. Macam-macam / jenis industri berdasarkan produktifitas perorangan
a. Industri primer
adalah industri yang barang-barang produksinya bukan hasil olahan langsung atau tanpa diolah terlebih dahulu
Contohnya adalah hasil produksi pertanian, peternakan, perkebunan, perikanan, dan sebagainya.
b. Industri sekunder
adalah industri sekunder adalah industri yang bahan mentah diolah sehingga menghasilkan barang-barang untuk diolah kembali.
Contoh adalah pemintalan benang sutra, komponen elektronik, dan sebagainya.
c. Industri tersier
adalah industri yang produk atau barangnya berupa layanan jasa.
Contoh seperti telekomunikasi, transportasi, perawatan kesehatan, dan masih banyak lagi yang lainnya.
Industri secara kasar dapat dibagi dua, yaitu industri jasa dan industri yang menghasilkan barang-barang. Sektor industri yang menghasilkan barang-barang adalah pertanian, pertambangan, industri pengolahan, konstruksi, air, gas dan listrik, sedangkan industri jasa yakni perdagangan, angkutan (transportasi), pemerintahan, perbankan, asuransi persewaan dan jasa-jasa lainnya. Secara umum sektor-sektor industri tadi dibagi atas sektor primer, sekunder dan tersier. Secara ideal, proses industrialisasi bertujuan untuk perubahan struktur ekonomi sehingga terjadi penciptaan nilai tambah yang lebih tinggi dan secara ekonomis masyarakat akan lebih makmur. Kemajuan proses industrialisasi dapat juga diukur dengan melihat jumlah kebutuhan yang berasal dari industri pengolahan. Semakin banyak jenis kebutuhan manusia dalam lingkungan tertentu dipenuhi oleh hasil-hasil industri pengolahan dapat juga dijadikan pertanda maju atau terlambatnya proses itu berlangsung. Bagi Indonesia, alasan untuk melakukan industrialisasi mempunyai berbagai alasan yang kuat yaitu untuk maju. Akan tetapi ada dua hal yang penting yang perlu diperhitungkan, apakah orientasi kita ke arah pengganti impor atau ke arah promosi ekspor. Dalam melihat perkembangan industri perlu diperhatikan apakah industri itu mempunyai kaitan ke arah hulu atau hilir.

B. Keuntungan Komparatif
Dalam membahas teori perdagangan internasional asumsi yang sering digunakan adalah perdagangan bebas. Itulah asumsi perdagangan bebas sebagai suatu bentuk yang ideal. Walaupun dalam dunia perdagangan internasional banyak terjadi rintangan, bukan berarti asumsi perdagangan bebas tidak berguna. Setidak-tidaknya dengan menggunakan asumsi itu, dapat dilihat penyimpangan kejadian-kejadian ekonomi yang menyimpang dari keadaan ideal. Dengan terjadinya penyimpangan-penyimpangan itu, akan dapat pula dilihat akibat-akibat positif dari kejadian itu. Beberapa teori yang menjelaskan terjadinya perdagangan internasional adalah adanya suatu keuntungan komparatif, barang itu mampu bersaing di pasaran internasional. Dengan demikian, berlangsung perdagangan. Keunggulan itu dapat dihubungkan dengan teknologi produksi, tahap pertumbuhan produksi, pola konsumsi, dan siklus produk. Teknologi padat modal telah mulai bergeser ke teknologi padat keterampilan, yang membutuhkan investasi manusia yang semakin tinggi.
Teori Heckscher Ohlin, seperti yang diteliti oleh Leontief di AS tidak tepat, malahan barang-barang yang padat modal yang memasuki negara itu dan sebaliknya barang-barang dengan teknologi padat karya yang diekspor dari negara tersebut. Pola perdagangan yang diamati dalam jangka panjang, siklus produk atau pola bangau terbang banyak mendapat perhatian sejak tahun 1960-an. Namun demikian, faktor-faktor internal (dalam negeri) mempunyai pengaruh yang berarti, di samping faktor-faktor lingkungan internasional. Berbagai rintangan terjadi, oleh karena negara-negara yang baru memasuki industrialisasi dapat memproduksi barang-barang yang dulu diimpor, telah memasuki tahap perluasan ekspor; sedangkan negara-negara yang mengekspornya dulu, telah mengalami masa mengimpor kembali. Untuk memperpanjang siklus suatu produk, peranan penelitian dan pengembangan tentunya perlu mendapat perhatian yang lebih besar.

C. Dampak Positif Industrialisasi
Dampak positif industrialisasi dalam konteks globalisasi saat ini telah diketahui yakni meningkatkan produktivitas melalui peningkatan efisiensi. Namun dampak negatifnya masih banyak diperdebatkan orang, terutama kaitannya dengan kerusakan lingkungan. Ketika sebuah bangsa menggantungkan hidupnya kepada pertanian, maka masalah kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh masyarakat yang hidup dengan bertani belum begitu mengemuka dalam berbagai pembahasan. Lain masalahnya, ketika proses industrialisasi tengah berjalan, maka dampak positifnya rakyat banyak tak lagi terlalu menggantungkan hidupnya pada sumber alam yang langsung digali atau dimanfaatkan.
Peranan sektor industri dalam produksi nasional pada tahun 1990 cukup meningkat. Hal ini ditandai dengan sumbangannya sebesar 21% ke dalam produk domestik bruto (PDB), ini berarti telah melampaui sumbangan sektor pertanian sebesar 19%. (Hartanto, 1995). Selanjutnya berdasarkan data tahun 2000, besar komposisi perbandingan sumbangannya terhadap PDB adalah 30% industri dengan 10% pertanian (LPE-IBII, 2002).
Di Indonesia, ketika industri akan dikembangkan pada awal 1970-an, maka dikenallah tiga konsep pengembangan industri, yaitu : (a) konsep yang bertumpu pada pemanfaatan sumber daya alam/manusia (comparative advantages). (b) konsep yang mengandalkan kecepatan perubahan teknologi (State to the art of technology) dan (c) konsep keterkaitan antara hulu-hilir (industrial linkage). Ketiga konsep itu dilaksanakan secara serempak di Indonesia dimulai pada awal 1970-an. Walaupun ketika itu, terjadi tarik-menarik antara mana yang harus dijadikan prioritas dari masing-masing kelompok pendukung ketiga konsep di atas.
Dawam Rahardjo (1995) menguraikan bahwa di zaman penjajahan kolonial Belanda perkembangan sektor industri di Hindia Belanda (Indonesia) merupakan isue kontroversial, sebab kelompok konservatif di parlemen Belanda, tidak menyetujui adanya proses industrialisasi di tanah jajahan. Setelah merdeka dari penjajahan Belanda, beberapa tokoh mencoba menerangkan perlunya proses industrialisasi di Indonesia antara lain; Mohammad Hatta, Soemitro Djojohadikusumo dan Syafrudin Prawiranegara. Sumitro dari awal berpendapat bahwa industrialisasi perlu sebagai jalan keluar mengentaskan kemiskinan yang disebabkan karena bersumber pada ketergantungan kepada sektor pertanian. Sementara Hatta berargumen bahwa industrialisasi diperlukan sebab dapat menciptakan kemandirian yang lebih besar, sementara sektor pertanian dikhawatirkan karena sangat sensitif terhadap konjungtur perekonomian dunia. Syafrudin Prawiranegara, berbeda pendapat dengan banyak kalangan ketika bersemangat untuk menasionalisasikan perusahaan Belanda. Bagi Syafrudin ketika itu, proses Indonesianisasi jauh lebih penting ketimbang proses nasionalisasi. Karena itu ketika de Javasche Bank diubah menjadi Bank Indonesia, Safrudin membiarkan tenaga ahli Belanda tetap dimanfaatkan. Bagi Syafrudin bukan menguasai lembaganya, tetapi menguasai sistemnya jauh lebih penting.
Dari sudut pandang kepentingan perekonomian suatu bangsa, industrialisasi memang penting bagi kelangsungan pertumbuhan ekonomi tinggi dan stabilitas. Namun, industrialisasi bukanlah tujuan akhir, melainkan hanya merupakan salah satu strategi yang harus ditempuh untuk mendukung proses pembangunan ekonomi guna mencapai tingkat pendapatan perkapita tinggi. Meskipun pelaksanaannya sangat bervariasi antar negara, periode industrialisasi merupakan tahapan logis dalam proses perubahan struktur ekonomi. Tahapan ini diwujudkan secara historis melalui kenaikan kontribusi sektor industri manufaktur dalam permintaan konsumen, produksi, ekspor, dan kesempatan kerja. (Tulus Tambunan, 2001).
Dapat dipahami bahwa ketika membahas masalah industrialisasi, selalu terkait dengan sektor pertanian. Sehingga setiap persoalan industrialisasi akan dibahas secara serempak dengan keterkaitan ke masalah pertanian. Proses pembangunan di Indonesia tetap diawali dengan perhatian pada bagaimana menggerakkan perekonomian yang berbasis pertanian. Karena itu diutamakanlah industri yang menciptakan mesin-mesin pertanian dan sebagainya. Sasaran pembangunan jangka panjang tahap satu adalah, mengubah struktur ekonomi dari struktur yang lebih berat dari pada pertanian kepada struktur yang seimbang antara sektor pertanian dan sektor industri. (Hamzah Haz, 2003). Dengan struktur yang seimbang inilah maka ekonomi rakyat dapat ditumbuhkan.
Kelemahan mendasar pada pembangunan di masa lalu adalah, pertumbuhan tidak berhasil mencapai upaya mengaitkan pertumbuhan dengan pemanfaatan sumber daya alam, pertanian, dan kemaritiman. Ini mungkin salah satu alasan mengapa ketika awal pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid dibentuk Menteri Negara Urusan Perikanan dan Sumber Daya Maritim, karena ketika itu, walaupun dasadari bahwa 60% wilayah Republik Indonesia adalah lautan. Kenyataan ini merupakan salah satu penyebab gagalnya proses industrialisasi di Indonesia dalam menciptakan lapangan kerja, sehingga ketika krisis terjadi sebagian besar angkatan kerja lebih 50% masih bekerja di sektor pertanian, sementara hanya 10% saja yang bekerja di sektor industri.
Pada awal sejarah kehidupan, manusia baru mengenal dan memanfaatkan segala sesuatu yang telah disediakan alam. Perekonomian pada tahap ini disebut perekonomian yang berbasis pertanian, di mana kegiatan pertanian mendominasi seluruh aspek kehidupan. Kegiatan menghasilkan barang hanyalah terbatas pada industri rumah tangga. Demikian pula kegiatannya belumlah menonjol seperti keadaan sekarang. Perekonomian berbasis pertanian ini kemudian berkembang menjadi perekonomian berbasis industri. Tentu saja perkembangan ini akan menyangkut beberapa aspek, sehingga perlu diidentifikasi, ada perkembangan apa saja, serta bagaimana pola pengaruhnya kepada kontribusi kedua sektor yakni pertanian dan industri. Di Indonesia, secara historis, proses industrialisasi itu telah berlangsung lama walaupun berbeda tingkat intensitasnya. Jika dikaitkan dengan kontribusi sektor industri kepada pendapatan domestik bruto, perubahan besar kecilnya kontribusi menunjukkan besarnya peran dalam perjalanan suatu sektor terhadap perekonomian bangsa.

D. Kebijakan industri
Di dalam pembangunan industri ada tiga aspek penting menurut Bezuidenhout yaitu struktur, strategi, dan kebijak industri. Struktur industri di suatu negara akan sangat berhubungan dengan sektor dominan dalam sistem ekonomi negara itu; hubungan antara negara dan pasar, dan dengan cara mengatur fungsi produksi dan reproduksi. Strategi industri adalah bagaimana negara mengubah struktur industri untuk memfasilitasi pembangunan industrinya. Tujuan strategi industri adalah mengarahkan atau menstruktur industri untuk mencapai tujuan sosial-ekonomi, seperti menciptakan lapangan pekerjaan dan pengentasan kemiskinan. Kalau strategi industri lebih berupa pandangan luas restrukturisasi industri sedangkan kebijakan industri mengacu pada kebijakan pemerintah dalam mempromosikan pembangunan industri tanpa intervensi. Kebijakan-kebijakan makroekonomi, pendidikan, dan infrastruktur bisa dikategorikan sebagai kebijakan industri jika mengikuti definisi yang luas. Definisi kebijakan industri yang sempit hanya menyangkut industri tertentu saja. Kebijakan industri akan sangat tergantung dari strategi industri yang diambil oleh suatu negara. Kebijakan industri ini akan mempengaruhi struktur industri. Struktur industri akan mengacu pada bagaimana interaksi negara dan pasar.
Bezuidenhout membandingkan struktur industri, strategi industri, peran negara, dan langkah-langkah kebijakan industri di Afrika Selatan dari empat perspektif pembangunan yaitu perspektif yang digunakan Bank Dunia, perspektif post-Fordism, perspektif Porterism, dan perspektif pendekatan ekonomi politiknya Fine dan Rustomjee (political economy approach).
Perspektif Bank Dunia akan melihat kekurangan struktur industri akibat upah buruh dan biaya modal terlalu tinggi sehingga sektor manufaktur tidak mampu bersaing akibat diproteksi. Untuk membangun industri yang kompetitif, strategi industri harus diambil adalah pemerintah harus memfokuskan pada peningkatan kepercayaan investor untuk merangsang pertumbuhan.
Intervensi negara harus dikurangi dan untuk mendorong kepercayaan investor negara harus mengeluarkan kebijakan yang pro-ekonomi. Peran negara terbatas hanya membagikan tanah terbatas dan meningkatkan keterampilan dasar pekerja industri. Negara mengeluarkan kebijakan meliberalisasi perdagangan dan keuangan, dan mendukung tertib fiskal untuk meningkatkan kepercayaan investor.
Post-Fordism akan melihat kelemahan industri akibat kebijakan substitusi impor, persoalan rasial di Afrika Selatan yang pada era post-Fordism masih sangat kuat, dan menurunnya produktivitas sektor manufaktur. Untuk mengatasi kelemahan industri, negara harus memfokuskan strategi pada peningkatkan produktivitas dan ekspor industri manufaktur. Negara hanya boleh mengintervensi jika ada kegagalan serius. Tetapi negara harus berupaya membangun kapasitas institusi industri yang baik.
Kebijakan industri yang harus diambil adalah menguatkan pasar melalui kebijakan liberalisasi perdagangan, kebijakan yang mendorong kompetisi, dan meningkatkan peran perusahan menengah dan kecil. Kebijakan lainnya adalah memperbaiki kapasitas kelembagaan demi meningkatkan pengembangan sumber daya manusia, misalnya melalui pelatihan-pelatihan. Negara juga dianjurkan mengeluarkan kebijakan yang menguatkan kemampuan teknologi yaitu dengan mendukung penelitian dan pengembangan.
Kelemahan struktur industri menurut perspektif Porterism antara lain karena lemahnya koordinasi antar-perusahaan di dalam satu kelompok ekonomi; perusahaan fokus pada memproduksi untuk pemerintah bukan fokus pada konsumen dan pesaing; ekspor fokus pada komoditi bukan pada peningkatan nilai tambah; lemahnya keterampilan yang terintegrasi pada kapasitas teknologi; lemahnya kompetisi di pasar lokal; dan lemahnya kemampuan birokrasi pemerintahan. Karena itu strategi industri terutama fokus pada meningkatkan kemampuan bersaing dengan menyediakan lingkungan yang baik berbasis pasar agar perusahaan bisa beroperasi. Negara hanya harus menciptakan keadaan yang memungkinkan perusahaan bersaing dengan dorongan pasar. Bentuk intervensi terbaik adalah memperkuat faktor pasar.
Langkah-langkah kebijakan yang harus diambil antara lain menciptakan keadaan yang menghidupi bisnis dengan meningkatkan daya saing lokal dan internasional; pengembangan kelompok-kelompok bisnis serupa; mendorong value chain dan pengembangan industri yang terkait dan mendukung industri. Value chain adalah rantai aktivitas untuk meningkatkan nilai (value). Porter (1998) mengidentifikasi satu rangkaian aktivitas yang umum ada pada perusahaan yaitu barang masuk (inbound logistic), operasi, barang keluar (outbound logistic), pemasaran dan penjualan, dan layanan (service). Setiap aktivitas atau keseluruhannya penting dalam meningkatkan kelebihan kompetitif.
Perspektif keempat mengikuti pendekatan ekonomi politiknya Ben Fine dan Zavareh Rustomjee (1996) yang menguraikan kebijakan industri Afrika Selatan yang didominasi oleh pertambangan. Menurut mereka struktur industri yang lemah akibat ekonomi masih masih didasarkan pada industri yang terdiri dari energi-mineral. Pengaruh dari interes kelas yang terkait dengan komposit energi-mineral membatasi kemampuan berkembang menjadi industri yang kuat.
Pendekatan ekonomi politik Fine dan Rustomjee mengusulkan strategi yaitu negara memelopori investasi pembangunan infrastruktur; secara selektif mengintervensi untuk mengintegrasikan komposit industri mineral-energi ke dalam industri manufaktur. Peran negara dikotomi negara dan pasar harus ditolak. Negaralah yang memegang peran sentral. Fine dan Rustomjee menilai tidak perlu ada usulan kebijakan industri yang spesifik, tetapi langkah-langkah seperti program kerja publik dan mentargetkan industri.
Keempat pendekatan ada penekanan yang berbeda, meskipun semuanya sama-sama sepakat penting memperkuat industri manufaktur. Negara kaya mineral seperti Afrika Selatan adalah mengikuti value chain yang fokus pada penambahan nilai komoditi melalui proses manufaktur sebelum mengekspor atau menjual barang-barang di pasar lokal.
Bezuidenhout menyimpulkan satu hal utama dari proses kebijakan industri di Afrika Selatan adalah peran negara menyangkut langkah-langkah kebijakan pada sisi suplai dan permintaan dan keterlibatan negara dalam pembangunan infrastruktur bangsa. Meskipun sejalan dengan kerangka ekonomi neo-liberal, peran aktif negara berkurang.

E. Industrialisasi dan regulasi sosial
Industrialisasi sederhana bisa didefinisikan sebagai sebuah proses di mana porsi sumbangan industri secara umum dan khususnya manufaktur pada ekonomi atau komposisi penerimaan suatu negara meningkat. Biasanya sejalan dengan menurunnya sektor pertanian. Kondisi seperti ini yang terjadi di sejumlah negara berkembang.
Analisis kebijakan hanya menekankan pada industrialisasi saja tidak cukup. Faktor penting adalah kombinasi industrialisasi dan pembangunan sosial-politik. Para analis kebijakan melihat tiga bentuk kebijakan industrialisasi yaitu ekonomi inti (core economies), ekonomi pinggiran, dan ekonomi semi-pinggiran. Ekonomi inti didasarkan pada industri yang menerapkan teknologi maju dan skill-intensive. Industri ini memiliki isi bernilai tambah tinggi dan tidak sensitif pada persaingan harga karena pasar lebih menejkankan pada kualitas produk dan disain. Industri dominan dalam ekonomi pinggiran terutama sektor yang tidak berdasarkan sains yaitu mendapatkan nilai keuntungan dari sumber daya alam, buruh murah, dan tidak memiliki kapasitas mengembangkan teknologi maupun inovasi produk. Desain dan metoda produksi terstandarisasi dan pertumbuhan produktivitas lambat. Industri semi-pinggiran berada di antara ekonomi inti dan ekonomi pinggiran yaitu memanfaatkan modal lebih tinggi dan tingkat proses produksi lebih canggih daripada ekonomi pinggiran.
Ekonomi Afrika Selatan pada pertengahan 1990-an dicirikan dengan kesenjangan sosial yang besar dan rendahnya pertumbuhan ekonomi akibat kebijakan politik ekonomi aparteid. Kebijakan politik ekonomi yang pro-kulit putih ini disebut Gelb sebagai Forism rasial yang menjadi ciri khas penerapan Fordism plus kebijakan aparteid. Model kebijakan Fordism rasial ini berkarakteristik industrialisasi kombinasi aparteid dan substitusi import. Industrialisasi ini bercirikan Fordism seperti di negara maju (peningkatan produksi masal untuk dikonsumsi masal) tetapi produksi dan konsumsi terstruktur secara rasialis.
Strategi yang berkembang di Afsel hasil dari pengaruh dua faktor lokal penting. Pertama politik domestik yang berakar pada dominasi kulit putih. Dominasi ini mendorong pembuat kebijakan mengadopsi strategi yang akan meningkatkan standar hidup kulit putih. Kedua adalah masuknya Afsel ke dalam pasar tenaga kerja internasional untuk mendapatkan devisa yang akan digunakan membeli peralatan demi pengembangan pertambangan. Model pembangunan yang muncul di Afsel adalah karikatur dari Fordism di negara berkembang, terutama hubungan antara kesukuan (aparteid) dan kelas (kapitalisme). Tekanan rasial yang terinstitusional membuktikan menjadi kualifikasi utama tipe Fordism yang paling mungkin diterapkan di Afsel. Bentuk industrialisasi Fordism seperti ini mengalami hambatan karena tanpa “aspek sosial buruh atau norma konsumsi masal” yang disyaratkan dalam Fordism yaitu upah buruh yang layak.
Tekanan krisis ekonomi internasional yang dikombinasikan dengan tekanan di dalam Afsel pada Fordism rasial mendorong perubahan kebijakan yang rasialis terutama dalam hubungan perburuhan. Ekonomi dan politik Afsel memasuki tahapan krisis struktural yang tidak akan bisa diatasi jika tidak mengubah kebijakan aparteid. Kebijakan aparteid harus dihapuskan sebelum pertumbuhan ekonomi baru bisa terjadi. Dihapuskannya kebijakan aparteid memungkinkan munculnya model pembangunan yang baru.

F. Faktor Pendorong Industrialisasi

Faktor pendorong industrialisasi (perbedaan intesitas dalam proses industrialisasi antar negara) :
a) Kemampuan teknologi dan inovasi
b) Laju pertumbuhan pendapatan nasional per kapita
c) Kondisi dan struktur awal ekonomi dalam negeri. Negara yang awalnya memiliki industri dasar/primer/hulu seperti baja, semen, kimia, dan industri tengah seperti mesin alat produksi akan mengalami proses industrialisasi lebih cepat
d) Besar pangsa pasar DN yang ditentukan oleh tingkat pendapatan dan jumlah penduduk. Indonesia dengan 200 juta orang menyebabkan pertumbuhan kegiatan ekonomi
e) Ciri industrialisasi yaitu cara pelaksanaan industrialisasi seperti tahap implementasi, jenis industri unggulan dan insentif yang diberikan.
f) Keberadaan SDA. Negara dengan SDA yang besar cenderung lebih lambat dalam industrialisasi
Kebijakan/strategi pemerintah seperti tax holiday dan bebas bea masuk bagi industri
Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa antarperorangan (individu dengan individu), antara individu dengan pemerintah suatu negara atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. Di banyak negara, perdagangan internasional menjadi salah satu faktor utama untuk meningkatkan GDP. Meskipun perdagangan internasional telah terjadi selama ribuan tahun (lihat Jalur Sutra, Amber Road), dampaknya terhadap kepentingan ekonomi, sosial, dan politik baru dirasakan beberapa abad belakangan. Perdagangan internasional pun turut mendorong Industrialisasi, kemajuan transportasi, globalisasi, dan kehadiran perusahaan multinasional.


III Kesimpulan
Berdasarkan makalah yang di tulis di atas, dapat di simpulkan bahwa:
Industrialisasi adalah proses perubahan sosial dan ekonomi yang mengubah kelompok manusia dari masyarakat agraris menjadi satu industri. Ini adalah bagian dari proses modernisasi yang lebih luas, di mana perubahan sosial dan pembangunan ekonomi, berkaitan dengan inovasi teknologi, khususnya dengan pengembangan energi skala besar dan produksi metalurgi.

Rabu, 23 Maret 2011

Sektor Pertanian

I Pendahuluan

Perlu di ketahui bahwa pertanian dapat di lihat sebagai suatu sector ekonomi yang sangat potensial dalam bentuk kontribusinya terhadap pertumbuhan dam pembangunan ekonomi nasional. Ekspansi dari sektor-sektor ekonomi lainnya sangat tergantung pada pertumbuhan output di sektor pertanian, baik dari sisi permintaan sebagai sumber pemasokan makanan yang kontinu mengikuti pertumbuhan penduduk, maupun dari sisi penawaran sebagai sumber bahan baku bagi keperluan produksi di sektor-sektor lain seperti industry manufaktur dan perdagangan. Di Negara-negara agraris seperti Indonesia, pertanian berperan sebagai sumber penting bagi pertumbuhan permintaan domestic bagi produk-produk dari sektor-sektor ekonomi lainnya. Dalam proses pertumbuhan ekonomi terjadi transfer surplus dari pertanian ke industry dan sektor perkotaan lainnya. Sebagai sumber penting bagi surplus neraca perdagangan, baik lewat ekspor hasil-hasil petanian maupun dengan peningkatan produksi pertanian dalam negeri menggantikan impor.

II Pembahasan

A. Sektor Pertanian
Sektor pertanian adalah kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang dilakukan manusia untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku industri, atau sumber energi, serta untuk mengelola lingkungan hidupnya. Kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang termasuk dalam pertanian biasa difahami orang sebagai budidaya tanaman atau bercocok tanam (bahasa Inggris: crop cultivation) serta pembesaran hewan ternak (raising), meskipun cakupannya dapat pula berupa pemanfaatan mikroorganisme dan bioenzim dalam pengolahan produk lanjutan, seperti pembuatan keju dan tempe, atau sekedar ekstraksi semata, seperti penangkapan ikan atau eksploitasi hutan. Bagian terbesar penduduk dunia bermata pencaharian dalam bidang-bidang di lingkup pertanian, namun pertanian hanya menyumbang 4% dari PDB dunia. Sejarah Indonesia sejak masa kolonial sampai sekarang tidak dapat dipisahkan dari sektor pertanian dan perkebunan, karena sektor - sektor ini memiliki arti yang sangat penting dalam menentukan pembentukan berbagai realitas ekonomi dan sosial masyarakat di berbagai wilayah Indonesia. Berdasarkan data BPS tahun 2002, bidang pertanian di Indonesia menyediakan lapangan kerja bagi sekitar 44,3% penduduk meskipun hanya menyumbang sekitar 17,3% dari total pendapatan domestik bruto. Kelompok ilmu-ilmu pertanian mengkaji pertanian dengan dukungan ilmu-ilmu pendukungnya. Inti dari ilmu-ilmu pertanian adalah biologi dan ekonomi. Karena pertanian selalu terikat dengan ruang dan waktu, ilmu-ilmu pendukung, seperti ilmu tanah, meteorologi, permesinan pertanian, biokimia, dan statistika, juga dipelajari dalam pertanian. Usaha tani (farming) adalah bagian inti dari pertanian karena menyangkut sekumpulan kegiatan yang dilakukan dalam budidaya. Petani adalah sebutan bagi mereka yang menyelenggarakan usaha tani, sebagai contoh "petani tembakau" atau "petani ikan". Pelaku budidaya hewan ternak (livestock) secara khusus disebut sebagai peternak.
Sektor pertanian dalam pengertian yang luas mencakup semua kegiatan yang melibatkan pemanfaatan makhluk hidup (termasuk tanaman, hewan, dan mikrobia) untuk kepentingan manusia. Dalam arti sempit, pertanian juga diartikan sebagai kegiatan pemanfaatan sebidang lahan untuk membudidayakan jenis tanaman tertentu, terutama yang bersifat semusim. Usaha pertanian diberi nama khusus untuk subjek usaha tani tertentu. Kehutanan adalah usaha tani dengan subjek tumbuhan (biasanya pohon) dan diusahakan pada lahan yang setengah liar atau liar (hutan). Peternakan menggunakan subjek hewan darat kering (khususnya semua vertebrata kecuali ikan dan amfibia) atau serangga (misalnya lebah). Perikanan memiliki subjek hewan perairan (termasuk amfibia dan semua non-vertebrata air). Suatu usaha pertanian dapat melibatkan berbagai subjek ini bersama-sama dengan alasan efisiensi dan peningkatan keuntungan. Pertimbangan akan kelestarian lingkungan mengakibatkan aspek-aspek konservasi sumber daya alam juga menjadi bagian dalam usaha pertanian. Semua usaha pertanian pada dasarnya adalah kegiatan ekonomi sehingga memerlukan dasar-dasar pengetahuan yang sama akan pengelolaan tempat usaha, pemilihan benih/bibit, metode budidaya, pengumpulan hasil, distribusi produk, pengolahan dan pengemasan produk, dan pemasaran. Apabila seorang petani memandang semua aspek ini dengan pertimbangan efisiensi untuk mencapai keuntungan maksimal maka ia melakukan pertanian intensif (intensive farming). Usaha pertanian yang dipandang dengan cara ini dikenal sebagai agribisnis. Program dan kebijakan yang mengarahkan usaha pertanian ke cara pandang demikian dikenal sebagai intensifikasi. Karena pertanian industrial selalu menerapkan pertanian intensif, keduanya sering kali disamakan. Sisi yang berseberangan dengan pertanian industrial adalah pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture). Pertanian berkelanjutan, dikenal juga dengan variasinya seperti pertanian organik atau permakultur, memasukkan aspek kelestarian daya dukung lahan maupun lingkungan dan pengetahuan lokal sebagai faktor penting dalam perhitungan efisiensinya. Akibatnya, pertanian berkelanjutan biasanya memberikan hasil yang lebih rendah daripada pertanian industrial. Pertanian modern masa kini biasanya menerapkan sebagian komponen dari kedua kutub "ideologi" pertanian yang disebutkan di atas. Selain keduanya, dikenal pula bentuk pertanian ekstensif (pertanian masukan rendah) yang dalam bentuk paling ekstrem dan tradisional akan berbentuk pertanian subsisten, yaitu hanya dilakukan tanpa motif bisnis dan semata hanya untuk memenuhi kebutuhan sendiri atau komunitasnya. Sebagai suatu usaha, pertanian memiliki dua ciri penting: selalu melibatkan barang dalam volume besar dan proses produksi memiliki risiko yang relatif tinggi. Dua ciri khas ini muncul karena pertanian melibatkan makhluk hidup dalam satu atau beberapa tahapnya dan memerlukan ruang untuk kegiatan itu serta jangka waktu tertentu dalam proses produksi. Beberapa bentuk pertanian modern (misalnya budidaya alga, hidroponika) telah dapat mengurangi ciri-ciri ini tetapi sebagian besar usaha pertanian dunia masih tetap demikian.
Kegiatan pertanian (budidaya tanaman dan ternak) merupakan salah satu kegiatan yang paling awal dikenal peradaban manusia dan mengubah total bentuk kebudayaan. Para ahli prasejarah umumnya bersepakat bahwa pertanian pertama kali berkembang sekitar 12.000 tahun yang lalu dari kebudayaan di daerah "bulan sabit yang subur" di Timur Tengah, yang meliputi daerah lembah Sungai Tigris dan Eufrat terus memanjang ke barat hingga daerah Suriah dan Yordania sekarang. Bukti-bukti yang pertama kali dijumpai menunjukkan adanya budidaya tanaman biji-bijian (serealia, terutama gandum kuna seperti emmer) dan polong-polongan di daerah tersebut. Pada saat itu, 2000 tahun setelah berakhirnya Zaman Es terakhir di era Pleistosen, di dearah ini banyak dijumpai hutan dan padang yang sangat cocok bagi mulainya pertanian. Pertanian telah dikenal oleh masyarakat yang telah mencapai kebudayaan batu muda (neolitikum), perunggu dan megalitikum. Pertanian mengubah bentuk-bentuk kepercayaan, dari pemujaan terhadap dewa-dewa perburuan menjadi pemujaan terhadap dewa-dewa perlambang kesuburan dan ketersediaan pangan. Teknik budidaya tanaman lalu meluas ke barat (Eropa dan Afrika Utara, pada saat itu Sahara belum sepenuhnya menjadi gurun) dan ke timur (hingga Asia Timur dan Asia Tenggara). Bukti-bukti di Tiongkok menunjukkan adanya budidaya jewawut (millet) dan padi sejak 6000 tahun sebelum Masehi. Masyarakat Asia Tenggara telah mengenal budidaya padi sawah paling tidak pada saat 3000 tahun SM dan Jepang serta Korea sejak 1000 tahun SM. Sementara itu, masyarakat benua Amerika mengembangkan tanaman dan hewan budidaya yang sejak awal sama sekali berbeda. Hewan ternak yang pertama kali didomestikasi adalah kambing/domba (7000 tahun SM) serta babi (6000 tahun SM), bersama-sama dengan domestikasi kucing. Sapi, kuda, kerbau, yak mulai dikembangkan antara 6000 hingga 3000 tahun SM. Unggas mulai dibudidayakan lebih kemudian. Ulat sutera diketahui telah diternakkan 2000 tahun SM. Budidaya ikan air tawar baru dikenal semenjak 2000 tahun yang lalu di daerah Tiongkok dan Jepang. Budidaya ikan laut bahkan baru dikenal manusia pada abad ke-20 ini.
Dari sudut pandang ekonomi, Ekonomi Indonesia sebenarnya telah mengalami pertumbuhan pesat sejak PJP I, walaupun beberapa tahun terakhir ini gerak tersebut nampak melambat. Perkembangan ekonomi ini juga disertai dengan perubahan struktur ke arah lebih non agraris. Peranan sektor industri dan jasa meningkat secara cukup berarti, sementara sektor pertanian secara relatif mengalami penurunan kontribusi dalam produk nasional. Pergeseran peranan sektoral ini juga diikuti dengan perubahan kemampuan dalam menyerap tenaga kerja. Daya serap sektor pertanian melemah dan posisinya secara bertahap diambil alih sektor non pertanian..
Di Indonesia arah dan tujuan pembangunan nasional secara rinci dicantumkan dalam GBHN. Segala usaha dan kegiatan pembangunan harus dapat dimanfaatkan bagi peningkatan kesejahteraan rakyat. Dan hasil-hasil yang dicapai harus dapat dinikmati secara merata oleh seluruh rakyat. Penelitian ini didasari oleh kondisi bahwa Indonesia dikenal sebagai negara agraris, yang sampai sekarang sekitar 70% penduduk Indonesia tinggal didaerah pedesaan. Dimana sebagian besar penduduk menggantungkan hidup dari sektor pertanian atau mempunyai mata pencaharian sebagai petani. Maka sebagaimana diamanatkan oleh GBHN, sektor pertanian ini ditetapkan sebagai motor penggerak pertumbuhan yang mampu meningkatkan pendapatan para petani dan mampu mengentaskan kemiskinan. Akan tetapi kondisi sangat beda, nasib petani dari hari ke hari kian terpuruk. Tingkat kesejahteraannya tidak membaik, seiring dengan laju pertumbuhan ekonomi yang semestinya dinikmati bersama. Posisi tawar mereka lemah sekali. Kebijakan pemerintah sudah banyak dilakukan namun belum mengena sasaran dan belum intensif. Akibatnya, nilai tukar produk pertanian termasuk pangan tetap rendah. Peningkatan pendapatan di sektor pertanian pun termasuk paling lambat.
Penelitian ini akan mengkaji “perjalanan” pembangunan pertanian yang terkesan terpinggirkan. Kebijakan dalam pembangunan nasional, khususnya di bidang kesejahteraan seolah selalu menempatkan petani pada posisi yang diperhatikan, namun dalam kenyataan membuktikan bahwa pertanian menjadi sektor yang inferior dalam pengembangannya. Dampak faktor internal (dalam negeri) ditunjang faktor eksternal (liberalisasi perdagangan) adalah pada keterpurukan pertanian yang pada gilirannya menurunkan kesejahteraan petani.
Peningkatan kesejahteraan masyarakat, sebenarnya merupakan salah satu tujuan pembangunan nasional. Sebagai negara agraris dengan sebagian besar penduduk berusaha di bidang pertanian (sebagai petani), maka perhatian terhadap kesejahteraan petani merupakan prioritas utama pembangunan. Didukung dengan peranan sektor pertanian sebagai penyedia kebutuhan pangan pokok, pembentuk devisa (melalui ekspor) dan penampung tenaga kerja khususnya di pedesaan. Oleh karena itu arah kebijakan sektor pertanian saat ini lebih menekankan pada ekonomi kerakyatan yang secara langsung melibatkan petani sebagai tulang punggung sektor pertanian.
Kebijakan peningkatan kesejahteraan petani padi mempunyai arti yang sangat strategis, Salah satu alat ukur daya beli petani yang mencerminkan tingkat kesejahteraan petani yang dipublikasikan oleh badan Pusat Statistik (BPS) diformulasikan dalam bentuk Nilai Tukar Petani (NTP). Istilah nilai tukar sesungguhnya mempunyai arti yang luas. Secara umum nilai tukar dapat digolongkan dalam empat kelompok (Tsakok,1990) , yaitu : (a) Nilai tukar Barter (Barter Terms of Trade), (b) Nilai Tukar Faktorial (Factorial Term of Trade), (c) Nilai Tukar Pendapatan (IncomeTerms of Trade) dan (d) Nilai Tukar Petani (Farmers Term of Trade).
Nilai Tukar Petani (NTP) dapat dikatakan sebagai tingkat hubungan antara hasil pertanian yang dihasilkan petani dengan barang dan jasa yang dikonsumsi dan dibeli petani. Disamping berkaitan dengan permasalahan kekuatan relative daya beli komoditas (konsep barter), fenomena nilai tukar petani terkait dengan perilaku ekonomi rumahtangga. Proses pengambilan keputusan rumahtangga untuk memproduksi, membelanjakan dan mengkonsumsi suatu barang merupakan bagian dari perilaku ekonomi rumahtangga (teori ekonomi rumahtangga).
Agropolitan suatu program unggulan yang bertumpu pada sektor pertanian merupakan salah satu implementasi langsung didaerah dalam rangka memacu perekonomian masyarakat. Agropolitan ini menjadi pilihan program pembangunan karena sebagian besar masyarakat merupakan masyarakat agraris. Karena berbasis pada sektor pertanian tentunya yang menjadi sasaran dan ujung tombak program agropolitan ini adalah para petani.
Untuk melihat keberhasilan pembangunan sektor pertanian terutama program agropolitan tersebut, maka selain data tentang pertumbuhan ekonomi juga diperlukan data pengukur tingkat kesejahteraan penduduk khususnya petani. Salah satu indikator yang bisa dipakai untuk melihat kesejahteraan petani adalah indeks nilai tukar petani (NTP). Hal ini terlihat bila kita membandingkan angka NTP Pada periode tertentu dengan NTP pada tahun dasar. Indeks NTP ini mempunyai kegunaan untuk mengukur kemampuan tukar produk yang dijual petani dengan produk yang dubutuhkan Petani dalam berproduksi dan konsumsi barang dan jasa untuk keperluan rumah tangga.

B. Peran Sektor Pertanian
Sektor pertanian mempunyai peranan strategis sebagai leading sector dalam perekonomian nasional terutama dalam penyerapan tenaga kerja, penyedia bahan pangan, pensuply bahan baku bagi industri, tempat pemasaran hasil-hasil industri, atau dapat dikatakan bahwa sektor pertanian mempunyai kaitan ke belakang (backward-linkage) maupun kaitan ke depan (forward-linkage) dengan sektor lain. Keterkaitan ini dapat mempercepat laju pertumbuhan ekonomi daerah melalui daya dorong dan daya tarik masing-masing sektor. Oleh karena itu kaitan ke belakang, kaitan ke depan, daya dorong dan daya tarik sektor-sektor perekonomian sangat penting dipedomani dalam rangka membuat maupun mengevaluasi kebijakan pembangunan sektoral diwilayah perdesaan. Penelitian ini dilaksanakan melalui survey terhadap dua ratus orang sampel yang ditentukan secara sebanding berdasarkan kegiatan atau sektor di delapan desa/kelurahan Kecamatan Raya. Sektor-sektor ditentukan berdasarkan kesamaan dalam proses produksi maupun mengacu kepada penggolongan sumber pendapatan daerah yang dilakukan di Kabupaten Simalungun. Data-data sekunder diperoleh dari beberapa instansi seperti Sapeda, Dinas Pertanian, Biro Pusat Statistik Kabupaten Simalungun, kantor Camat Raya dan kantor Kepala desa. Data primer maupun data sekunder disusun dalam tabel input-output sebagai analisis data. Dalam struktur output dan struktur nilai tambah sektor pertanian memberikan kontribusi sebesar 34,23 persen dan 37,76 persen terhadap output maupun nilai tambah total. Selain itu sektor pertanian juga memberikan kontribusi dalam kesempatan kerja sebesar 80.92 persen dari total tenaga kerja di Kecamatan Raya. Sedangkan arah investasi di Kecamatan Raya adalah sektor transportasi yaitu sebesar 37,13 persen perdagangan 31,24 persen, agroindustri 8,84 persen dan buah-buahan 7,96 persen. Sektor yang kuat mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah sekaligus peka terhadap sektor lain adalah sektor agroindustri dan perdagangan, sedangkan sektor yang peka terhadap output dari sektor lain tetapi kurang berkemampuan mendorong pertumbuhan wilayah adalah sektor buah-buahan dan peternakan. Dan sebaliknya sektor yang hanya mampu mendorong pertumbuhan wilayah tetapi kurang peka terhadap sektor lain adalah sektor ubi dan transportasi. Sektor yang mempunyai kaitan kebelakang kuat adalah sektor ubi,perdagangan dan agroindustri sedangkan sektor yang memiliki kaitan ke depan kuat adalah padi, jagung, perkebunan rakyat, buah-buahan dan jasa. Berdasarkan pertimbangan ini, maka dalam rangka mempercepat pertumbuhan ekonomi wilayah perlu memprioritaskan sektor pertanian yang menjadi sektor pemimpin seperti sektor buah-buahan, ubi, peternakan maupun perkebunan rakyat kemudian dilanjutkan untuk mempersiapkan perdagangan dan agroindustri yang lebih besar.

C. Nilai Tukar Petani
Badan Pusat Statistik memutakhirkan perhitungan nilai tukar petani. Indikator pengukuran daya beli petani ini sebelumnya dihitung dengan kondisi pembanding tahun 1993. Padahal, kondisi saat ini sudah sangat jauh berbeda sehingga peningkatan dan penurunan daya beli petani tidak cukup tecermin. Deputi Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Ali Rosidi di Jakarta, Senin (23/6), menjelaskan, nilai tukar petani dihitung dengan membandingkan indeks harga yang diterima petani dan indeks harga yang dibayar petani untuk keperluan konsumsi rumah tangga serta keperluan produksi pertanian. Diagram timbang nilai tukar petani (NTP) dengan tahun dasar 1993 yang digunakan selama 14 tahun terakhir, diakui Ali, sudah tidak peka untuk mengukur peningkatan atau penurunan kesejahteraan petani yang tercermin pada perbandingan indeks tersebut. Kondisi pola produksi, struktur biaya, pola konsumsi rumah tangga petani, dan struktur geografis saat ini dengan kondisi pada tahun dasar sudah sangat jauh berbeda. Penggantian tahun dasar idealnya dilakukan lima tahun sekali," ujarnya. Terkait dengan kelemahan perhitungan NTP itu, BPS menyiapkan diagram timbang baru dengan tahun dasar 2007. Diagram baru dengan tahun dasar 2007 mulai digunakan untuk menghitung NTP Mei 2008 yang akan diumumkan pada 1 Juli. Perhitungan NTP bertahun dasar 1993 hanya mencakup 23 provinsi, sedangkan perhitungan yang baru dilakukan di 32 provinsi.
NTP lama juga hanya membedakan petani dalam dua subsektor, yakni tanaman bahan makanan dan tanaman perkebunan rakyat. Penghitungan NTP baru membedakan petani pada lima subsektor, yakni tanaman pangan, hortikultura, perkebunan rakyat, peternakan, dan perikanan. Ini akan amat bermanfaat karena kondisi petani di tiap subsektor itu bisa jauh berbeda. Pada simulasi yang dilakukan untuk NTP Maret 2008 terhadap Februari 2008 dengan diagram timbang baru, misalnya, tampak bahwa NTP subsektor padi dan palawija turun 5,32 persen. Padahal, NTP subsektor hortikultura dan perkebunan rakyat meningkat sebesar 2,52 dan 1,89 persen. Indikator kesejahteraan petani yang ditampilkan dengan NTP diharapkan menjadi pertimbangan untuk menyusun program pembangunan pertanian. Kepala Pusat Data dan Informasi Departemen Pertanian Edi Abdurachman berpendapat, NTP selama ini digunakan sebagai data pendukung untuk memonitor dan mengevaluasi hasil program pembangunan pertanian.
Perkembangan NTP yang mencerminkan peningkatan atau penurunan kesejahteraan petani tidak dapat mengindikasikan berhasil atau tidaknya program pembangunan pertanian. Hal itu disebabkan perkembangan NTP tidak semata-mata diakibatkan oleh kebijakan sektor pertanian, tetapi juga kondisi di luar sektor pertanian, seperti laju inflasi. Kepala Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian pada Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Tahlim Sudaryanto mengatakan, NTP belum sempurna untuk menghitung tingkat kesejahteraan petani. "Idealnya untuk mengukur tingkat kesejahteraan petani diperlukan data tentang tingkat pendapatan petani," katanya. NTP baru memperhitungkan pendapatan utama petani dari produksi komoditas tertentu. Padahal, petani juga kerap memperoleh tambahan penghasilan lain, seperti dengan menjadi buruh tani atau pekerjaan lain di luar sektor pertanian. Oleh karena itu, idealnya NTP dilengkapi data lebih detail, terutama menyangkut tingkat pendapatan.

D. Masalah Dalam Sektor Pertanian
Ada tiga masalah yang dihadapi negara Indonesia dalam membangun sektor pertanian dewasa ini. Ketiga masalah tersebut yakni kemampuan pertanian, ketergantungan pasokan dari luar dan produsen pangan luar negeri yang tidak menginginkan kemandirian pertanian Indonesia.
Kemampuan pertanian kita untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri relatif telah dan sedang menurun dengan sangat besar. Dan sekarang Indonesia berada dalam ancaman rawan pangan, bukan karena tidak adanya pangan tetapi karena pangan untuk rakyat Indonesia sudah tergantung dari supply luar. Selain itu pasar pangan amat besar yang kita miliki diincar oleh produsen pangan luar negeri yang tidak menginginkan Indonesia memiliki kemandirian di bidang pangan.

Cara Mengatasi Masalah :

Langkah untuk mengatasi ketiga masalah itu yakni harus dibuat road map (peta jalan) untuk industri berbasis agro dan perkebunan, regionalisasi pengembangan komoditi untuk menuju skala ekonomi dan aglomerasi, pengembangan pertanian tanaman pangan, peternakan dan industri kecil menengah pedesaan. ”Dengan adanya peta jalan di tiga ranah maka diharapkan pengembangan pertanian kita menjadi lebih focus dan terarah.

Selain itu aspek penting lainnya yang perlu mendapat perhatian adalah meningkatkan kuantitas dan kualitas infrastruktur dan social capital untuk sektor pertanian guna meningkatkan efesiensi, produktivitas dan inovasi. Pemerintah baik pusat maupun daerah harus lebih proaktif dalam membangun inisiatif dan tindakan untuk membuat jejaring kersajama usaha tani sebagai agenda pembangunan daerah. ”Selain itu pemerintah harus berani dan tegas dalam membuka, menciptakan, dan mengamankan pasar produk pertanian dan memihak petani. Dengan kebijakan agropolitan yang diterapkan berhasil meningkatkan produksi pangan secara lestari pada tingkat harga yang pantas untuk petani dan membangun daya saing serta berhasil mengekspor jagung ke Malaysia, Korea dan Filipina. ”Ini diakui oleh Pemerintah tiga tahun berturut-turut mendapatkan penghargaan pangan nasional dan Gorontalo mendapatkan sebutan provinsi jagung.

Kontibusi terhadap kesempatan kerja
Di suatu Negara besar seperti Indonesia, di mana ekonomi dalam negerinya masih di dominasi oleh ekonomi pedesaan sebagian besar dari jumlah penduduknya atau jumlah tenaga kerjanya bekerja di pertanian. Di Indonesia daya serap sektor tersebut pada tahun 2000 mencapai 40,7 juta lebih. Jauh lebih besar dari sector manufaktur. Ini berarti sektor pertanian merupakan sektor dengan penyerapan tenaga kerja yang tinggi. Kalau dilihat pola perubahan kesempatan kerja di pertanian dan industri manufaktur, pangsa kesempatan kerja dari sektor pertama menunjukkan suatu pertumbuhan tren yang menurun, sedangkan di sektor kedua meningkat. Perubahan struktur kesempatan kerja ini sesuai dengan yang di prediksi oleh teori mengenai perubahan struktur ekonomi yang terjadi dari suatu proses pembangunan ekonomi jangka panjang, yaitu bahwa semakin tinggi pendapatan per kapita, semakin kecil peran dari sektor primer, yakni pertambangan dan pertanian, dan semakin besar peran dari sektor sekunder, seperti manufaktur dan sektor-sektor tersier di bidang ekonomi. Namun semakin besar peran tidak langsung dari sektor pertanian, yakni sebagai pemasok bahan baku bagi sektor industri manufaktur dan sektor-sektor ekonomi lainnya.

Kontribusi devisa
Pertanian juga mempunyai kontribusi yang besar terhadap peningkatan devisa, yaitu lewat peningkatan ekspor dan atau pengurangan tingkat ketergantungan Negara tersebut terhadap impor atas komoditi pertanian. Komoditas ekspor pertanian Indonesia cukup bervariasi mulai dari getah karet, kopi, udang, rempah-rempah, mutiara, hingga berbagai macam sayur dan buah. Peran pertanian dalam peningkatan devisa bisa kontradiksi dengan perannya dalam bentuk kontribusi produk. Kontribusi produk dari sector pertanian terhadap pasar dan industri domestic bisa tidak besar karena sebagian besar produk pertanian di ekspor atau sebagian besar kebutuhan pasar dan industri domestic disuplai oleh produk-produk impor. Artinya peningkatan ekspor pertanian bisa berakibat negative terhadap pasokan pasar dalam negeri, atau sebaliknya usaha memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri bisa menjadi suatu factor penghambat bagi pertumbuhan ekspor pertanian. Untuk mengatasinya ada dua hal yang perlu dilakukan yaitu menambah kapasitas produksi dan meningkatkan daya saing produknya. Namun bagi banyak Negara agraris, termasuk Indonesia melaksanakan dua pekerjaan ini tidak mudah terutama karena keterbatasan teknologi, SDM, dan modal.

Kontribusi terhadap produktivitas
Banyak orang memperkirakan bahwa dengan laju pertumbuhan penduduk di dunia yang tetap tinggi setiap tahun, sementara lahan-lahan yang tersedia untuk kegiatan-kegiatan pertanian semakin sempit, maka pada suatu saat dunia akan mengalami krisis pangan (kekurangan stok), seperti juga diprediksi oleh teori Malthus. Namun keterbatasan stok pangan bisa diakibatkan oleh dua hal: karena volume produksi yang rendah ( yang disebabkan oleh faktor cuaca atau lainnya), sementara permintaan besar karena jumlah penduduk dunia bertambah terus atau akibat distribusi yang tidak merata ke sluruh dunia. Mungkin sudah merupakan evolusi alamiah seiring dnegan proses industrialisasi dimana pangsa output agregat (PDB) dari pertanian relatif menurun, sedangkan dari industri manufaktur dan sektor-sektor skunder lainnya, dan sektor tersier meningkat. Perubahan struktur ekonomi seperti ini juga terjadi di Indonesia. Penurunan kontribusi output dari pertanian terhadap pembentukan PDB bukan berarti bahwa volume produksi berkurang (pertumbuhan negatif). Tetapi laju pertumbuhan outputnya lebih lambat dibandingkan laju pertumbuhan output di sektor-sektor lain. Bukan hanya dialami oleh Indinesia tetapi secara umum ketergantungan negara agraris terhadap impor pangan semakin besar, jika dibandingkan dengan 10 atau 20 tahun yang lalu, misalnya dalam hal beras. Setiap tahun Indonesia harus mengimpor beras lebih dari 2 juta ton. Argumen yang sering digunakan pemerintah untuk membenarkan kebijakan M-nya adalah bahwa M beras merupakan suatu kewajiban pemerintah yang tak bisa dihindari, karena ini bukan semata-mata hanya menyangkut pemberian makanan bagi penduduk, tapi juga menyangkut stabilitas nasional (ekonomi, politik, dan sosial). Kemampuan Indonesia meningkatkan produksi pertanian untuk swasembada dalam penyediaan pangan sangat ditentukan oleh banyak faktor eksternal maupun internal. Satu-satunya faktor eksternal yang tidak bisa dipengaruhi oleh manusia adalah iklim, walaupun dengan kemajuan teknologi saat ini pengaruh negatif dari cuaca buruk terhadap produksi pertanian bisa diminimalisir. Dalam penelitian empiris, factor iklim biasanya dilihat dalam bentuk banyaknya curah hujan (millimeter). Curah hujan mempengaruhi pola produksi, pola panen, dan proses pertumbuhan tanaman. Sedangkan factor-faktor internal, dalam arti bisa dipengaruhi oleh manusia, di antaranya yang penting adalah lusa lahan, bibit, berbagai macam pupuk (seperti urea, TSP, dan KCL), pestisida, ketersediaan dan kualitas infrastruktur, termasuk irigasi, jumlah dan kualitas tenaga kerja (SDM), K, dan T. kombinasi dari faktor-faktor tersebut dalam tingkat keterkaitan yang optimal akan menentukan tingkat produktivitas lahan (jumlah produksi per hektar) maupun manusia (jumlah produk per L/petani). Saat ini Indonesia, terutama pada sektor pertanian (beras) belum mencukupi kebutuhan dalam negeri. Ini berarti Indonesia harus meningkatkan daya saing dan kapasitas produksi untuk menigkatkan produktivitas pertanian.




III Kesimpulan
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor pertanian sebagai sumber mata pencarian penduduknya, dengan demikian sebagian besar penduduk menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. Kebijakan pembangunan ekonomi di Indonesia mestinya difokuskan pada sektor yang menghidupi mayoritas penduduk yaitu penduduk yang ada di pedesaan dengan profesi sebagai petani. Pengembangan industri mestinya juga difokuskan pada aktivitas yang memiliki keterkaitan dengan kepentingan mayoritas. Pada tahun 199711998 krisis ekonomi menunjukkan bahwa sektor pertanian memiliki daya tahan yang cukup tinggi terhadap goncangan ekonomi dibandingkan sektor lain Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis 1) seberapa besar sumbangan sektor pertanian dalam PDB; 2) seberapa besar pengaruh sektor pertanian dalam pertumbuhan PDB dan terhadap pemerataan pendapatan antar daerah di lndonesia; 3) bagaimana pengaruh pertumbuhan PDB terhadap ketimparugan pendapatan antar daerah di lndonesia; 4) mengapa kebijaksan&m program pembangunan sektor pertanian belum mampu sepenuhnya diterapkan secara optimal melalui potensi yang dimiliki oleh masing-masing daerah. Metode penelitian dilalcukan dengan melalarkan pengumpulan data sekunder yaitu data PDRB propinsi-propinsi di Indonesia sejak tahun 2003-2007.

Rabu, 16 Maret 2011

Kemiskinan dan Kesenjangan Pendapatan

I Pendahuluan
Kemiskinan dapat diukur dengan atau tanpa mengacu kepada garis kemiskinan. Konsep yang mengacu kepada garis kemiskinan disebut kemiskinan relative, sedangkan konsep yang pengukurannya tidak didasarkan pada garis kemiskinan disebut kemiskinan absolute. Kemiskian relatif adalah suatu ukuran mengenai kesenjangan di dalam distribusi pendapatan, yang biasanya dapat didefinisikan di dalam kaitannya dengan tingkat rata-rata dari distribusi yang dimaksud. Di Negara-negara maju, kemiskinan relative diukur sebagai suatu proporsi dari tingakt pendapatan rata-rata per kapita. Sebagi suatu ukuran relative, kemiskinan relative dapat berbeda menurut Negara atau periode di suatu Negara. Kemiskinan absolute adalah derajat dari kemiskinan di bawah, dimana kebutuhan minimum untuk bertahan hidup tidak terpenuhi.


II Pembahasan

A. Kemiskinan dan Kesenjangan Pendapatan

Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan , pakaian , tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan.
Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara. Pemahaman utamanya mencakup:
• Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangan sehari-hari, sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan barang-barang dan pelayanan dasar.
• Gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial, ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Hal ini termasuk pendidikan dan informasi. Keterkucilan sosial biasanya dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup masalah-masalah politik dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang ekonomi.
• Gambaran tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai. Makna "memadai" di sini sangat berbeda-beda melintasi bagian-bagian politik dan ekonomi di seluruh dunia.


Kemiskinan dipelajari oleh banyak ilmu, seperti ilmu sosial, ekonomi, dan budaya.
• Dalam ekonomi, dua jenis kemiskinan dipertimbangkan: kemiskinan absolut dan relatif.
• Dalam politik, perlawanan terhadap kemiskinan biasanya dianggap sebagai tujuan sosial dan banyak pemerintahan telah berupaya mendirikan institusi atau departemen. Pekerjaan yang dilakukan oleh badan-badan ini kebanyakan terbatas hanya dalam sensus dan pengidentifikasian tingkat pendapatan di bawah di mana warga negara dianggap miskin. Penanggulangan aktif termasuk rencana perumahan, pensiun sosial, kesempatan kerja khusus, dll. Beberapa ideologi seperti Marxisme menyatakan bahwa para ekonomis dan politisi bekerja aktif untuk menciptakan kemiskinan. Teori lainnya menganggap kemiskinan sebagai tanda sistem ekonomi yang gagal dan salah satu penyebab utama kejahatan.
• Dalam hukum, telah ada gerakan yang mencari pendirian "hak manusia" universal yang bertujuan untuk menghilangkan kemiskinan.
• Dalam pendidikan, kemiskinan mempengaruhi kemampuan murid untuk belajar secara efektif dalam sebuah lingkungan belajar. Terutama murid yang lebih kecil yang berasal dari keluarga miskin, kebutuhan dasar mereka seperti yang dijelaskan oleh Abraham Maslow dalam hirarki kebutuhan Maslow; kebutuhan akan keamanan dan rumah yang stabil, pakaian, dan jadwal makan yang teratur membayangi kemampuan murid-murid ini untuk belajar. Lebih jauh lagi, dalam lingkungan pendidikan ada istilah untuk menggambarkan fenomen "yang kaya akan tambah kaya dan yang miskin bertambah miskin" (karena berhubungan dengan pendidikan, tetapi beralih ke kemiskinan pada umumnya) yaitu efek Matthew.
Perdebatan yang berhubungan dalam keadaan capital manusia dan capital individual seseorang cenderung untuk memfokuskan kepada akses capital instructional dan capital social yang tersedia hanya bagi mereka yang terdidik dalam sistem formal.
Penyebab kemiskinan
Kemiskinan banyak dihubungkan dengan:
• penyebab individual, atau patologis, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari perilaku, pilihan, atau kemampuan dari si miskin;
• penyebab keluarga, yang menghubungkan kemiskinan dengan pendidikan keluarga;
• penyebab sub-budaya (subcultural), yang menghubungkan kemiskinan dengan kehidupan sehari-hari, dipelajari atau dijalankan dalam lingkungan sekitar;
• penyebab agensi, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari aksi orang lain, termasuk perang, pemerintah, dan ekonomi;
• penyebab struktural, yang memberikan alasan bahwa kemiskinan merupakan hasil dari struktur sosial.
Meskipun diterima luas bahwa kemiskinan dan pengangguran adalah sebagai akibat dari kemalasan, namun di Amerika Serikat (negara terkaya per kapita di dunia) misalnya memiliki jutaan masyarakat yang diistilahkan sebagai pekerja miskin; yaitu, orang yang tidak sejahtera atau rencana bantuan publik, namun masih gagal melewati atas garis kemiskinan.
Menghilangkan kemiskinan
Tanggapan utama terhadap kemiskinan adalah:
• Bantuan kemiskinan, atau membantu secara langsung kepada orang miskin. Ini telah menjadi bagian pendekatan dari masyarakat Eropa sejak zaman pertengahan.
• Bantuan terhadap keadaan individu. Banyak macam kebijakan yang dijalankan untuk mengubah situasi orang miskin berdasarkan perorangan, termasuk hukuman, pendidikan, kerja sosial, pencarian kerja, dan lain-lain.
Persiapan bagi yang lemah. Daripada memberikan bantuan secara langsung kepada orang miskin, banyak negara sejahtera menyediakan bantuan untuk orang yang dikategorikan sebagai orang yang lebih mungkin miskin, seperti orang tua atau orang dengan ketidakmampuan, atau keadaan yang membuat orang miskin, seperti kebutuhan akan perawatan kesehatan.
Dampak Kemiskinan.
Dampak dari kemiskinan terhadap masyarakat umumnya begitu banyak dan kompleks.
* pengangguran. Sebagaimana kita ketahui jumlah pengangguran terbuka tahun 2007 saja sebanyak 12,7 juta orang. Jumlah yang cukup “fantastis” mengingat krisis multidimensional yang sedang dihadapi bangsa saat ini. Dengan banyaknya pengangguran berarti banyak masyarakat tidak memiliki penghasilan karena tidak bekerja. Karena tidak bekerja dan tidak memiliki penghasilan mereka tidak mampu memenuhi kebutuhan pangannya. Secara otomatis pengangguran telah menurunkan daya saing dan beli masyarakat. Sehingga, akan memberikan dampak secara langsung terhadap tingkat pendapatan, nutrisi, dan tingkat pengeluaran rata-rata.
* kekerasan. Sesungguhnya kekerasan yang marak terjadi akhir-akhir ini merupakan efek dari pengangguran. Karena seseorang tidak mampu lagi mencari nafkah melalui jalan yang benar dan halal. Ketika tak ada lagi jaminan bagi seseorang dapat bertahan dan menjaga keberlangsungan hidupnya maka jalan pintas pun dilakukan. Misalnya, merampok, menodong, mencuri, atau menipu [dengan cara mengintimidasi orang lain] di atas kendaraan umum dengan berpura-pura kalau sanak keluarganya ada yang sakit dan butuh biaya besar untuk operasi. Sehingga dengan mudah ia mendapatkan uang dari memalak.
* pendidikan. Tingkat putus sekolah yang tinggi merupakan fenomena yang terjadi dewasa ini. Mahalnya biaya pendidikan membuat masyarakat miskin tidak dapat lagi menjangkau dunia sekolah atau pendidikan. Jelas mereka tak dapat menjangkau dunia pendidikan yang sangat mahal itu. Sebab, mereka begitu miskin. Untuk makan satu kali sehari saja mereka sudah kesulitan.
Akhirnya kondisi masyarakat miskin semakin terpuruk lebih dalam. Tingginya tingkat putus sekolah berdampak pada rendahya tingkat pendidikan seseorang. Dengan begitu akan mengurangi kesempatan seseorang mendapatkan pekerjaan yang lebih layak. Ini akan menyebabkan bertambahnya pengangguran akibat tidak mampu bersaing di era globalisasi yang menuntut keterampilan di segala bidang.
* kesehatan. Seperti kita ketahui, biaya pengobatan sekarang sangat mahal. Hampir setiap klinik pengobatan apalagi rumah sakit swasta besar menerapkan tarif atau ongkos pengobatan yang biayanya melangit. Sehingga, biayanya tak terjangkau oleh kalangan miskin.
* konflik sosial bernuansa SARA. Tanpa bersikap munafik konflik SARA muncul akibat ketidakpuasan dan kekecewaan atas kondisi miskin yang akut. Hal ini menjadi bukti lain dari kemiskinan yang kita alami. M Yudhi Haryono menyebut akibat ketiadaan jaminan keadilan “keamanan” dan perlindungan hukum dari negara, persoalan ekonomi-politik yang obyektif disublimasikan ke dalam bentrokan identitas yang subjektif.
Terlebih lagi fenomena bencana alam yang kerap melanda negeri ini yang berdampak langsung terhadap meningkatnya jumlah orang miskin. Kesemuanya menambah deret panjang daftar kemiskinan. Dan, semuanya terjadi hampir merata di setiap daerah di Indonesia. Baik di perdesaan maupun perkotaan.
Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara.
Pemahaman utamanya mencakup:
• Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangan sehari-hari, sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan barang- barang dan pelayanan dasar.
• Gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial, ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Hal ini termasuk pendidikan dan informasi. Keterkucilan sosial biasanya dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup masalah-masalah politik dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang ekonomi.
• Gambaran tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai. Makna “memadai” di sini sangat berbeda-beda melintasi bagian-bagian politik dan ekonomi di seluruh dunia.
Kemiskinan dapat dibedakan menjadi tiga pengertian: kemiskinan relatif, kemiskinan kultural dan kemiskinan absolut. Seseorang yang tergolong miskin relatif sebenarnya telah hidup di atas garis kemiskinan namun masih berada di bawah kemampuan masyarakat sekitarnya.

BEBERAPA INDIKATOR KESENJANGAN DAN KEMISKINAN

1. Indikator Kesenjangan
Ada sejumlah cara untuk mrngukur tingkat kesenjangan dalam distribusi pendapatan yang dibagi ke dalam dua kelompok pendekatan, yakni axiomatic dan stochastic dominance. Yang sering digunakan dalam literatur adalah dari kelompok pendekatan pertama dengan tiga alat ukur, yaitu the generalized entropy (GE), ukuran atkinson, dan koefisien gini.
Yang paling sering dipakai adalah koefisien gini. Nilai koefisien gini berada pada selang 0 sampai dengan 1. Bila 0 : kemerataan sempurna (setiap orang mendapat porsi yang sama dari pendapatan) dan bila 1 : ketidakmerataan yang sempurna dalam pembagian pendapatan.
0
x
Kurva Lorenz
Kumulatif presentase dari populasi
Yang mempunyai pendapatan
Ide dasar dari perhitungan koefisien gini berasal dari kurva lorenz. Semakin tinggi nilai rasio gini, yakni mendekati 1 atau semakin jauh kurva lorenz dari garis 45 derajat tersebut, semakin besar tingkat ketidakmerataan distribusi pendapatan.
Ketimpangan dikatakan sangat tinggi apabilai nilai koefisien gini berkisar antara 0,71-1,0. Ketimpangan tinggi dengan nilai koefisien gini 0,5-0,7. Ketimpangan sedang dengan nilai gini antara 0,36-0,49, dan ketimpangan dikatakan rendah dengan koefisien gini antara 0,2-0,35.
Selain alat ukur diatas, cara pengukuran lainnya yang juga umum digunakan, terutama oleh Bank Dunia adalah dengan cara jumlah penduduk dikelompokkan menjadi tiga group : 40% penduduk dengan pendapatan rendah, 40% penduduk dengan pendapatan menengah, dan 20% penduduk dengan pendapatan tinggi dari jumlah penduduk. Selanjutnya, ketidakmerataan pendapatan diukur berdasarkan pendapatan yang dinikmati oleh 40% penduduk dengan pendapatan rendah. Menurut kriteria Bank Dunia, tingkat ketidakmerataan dalam distribusi pendapatan dinyatakan tinggi, apabila 40% penduduk dari kelompok berpendapatan rendah menerima lebih kecil dari 12% dari jumlah pendapatan. Tingkat ketidakmerataan sedang, apabila kelompok tersebut menerima 12% sampai 17% dari jumlah pendapatan. Sedangkan ketidakmerataan rendah, apabila kelompok tersebut menerima lebih besar dari 17% dari jumlah pendapatan.

2. Indikator Kemiskinan
Batas garis kemiskinan yang digunakan setiap negara ternyata berbeda-beda. Ini disebabkan karena adanya perbedaan lokasi dan standar kebutuhan hidup. Badan Pusat Statistik (BPS) menggunakan batas miskin dari besarnya rupiah yang dibelanjakan per kapita sebulan untuk memenuhi kebutuhan minimum makanan dan bukan makanan (BPS, 1994). Untuk kebutuhan minimum makanan digunakan patokan 2.100 kalori per hari. Sedangkan pengeluaran kebutuhan minimum bukan makanan meliputi pengeluaran untuk perumahan, sandang, serta aneka barang dan jasa.
Dengan kata lain, BPS menggunakan 2 macam pendekatan, yaitu pendekatan kebutuhan dasar (basic needs approach) dan pendekatan Head Count Index. Pendekatan yang pertama merupakan pendekatan yang sering digunakan. Dalam metode BPS, kemiskinan dikonseptualisasikan sebagai ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar. Sedangkan Head Count Index merupakan ukuran yang menggunakan kemiskinan absolut. Jumlah penduduk miskin adalah jumlah penduduk yang berada di bawah batas yang disebut garis kemiskinan, yang merupakan nilai rupiah dari kebutuhan minimum makanan dan non makanan. Dengan demikian, garis kemiskinan terdiri dari 2 komponen, yaitu garis kemiskinan makanan (food line) dan garis kemiskinan non makanan (non food line).
Untuk mengukur kemiskinan terdapat 3 indikator yang diperkenalkan oleh Foster dkk (1984) yang sering digunakan dalam banyak studi empiris. Pertama, the incidence of proverty : presentase dari populasi yang hidup di dalam keluarga dengan pengeluaran konsumsi perkapita dibawah garis kemiskinan, indeksnya sering disebut rasio H. Kedua, the dept of proverty yang menggambarkan dalamnya kemiskinan disuatu wilayah yang diukur dengan indeks jarak kemiskinan (IJK), atau dikenal dengan sebutan proverty gap index. Indeks ini mengestimasi jarak/perbedaan rata-rata pendapatan orang miskin dari garis kemiskinan sebagai suatu proporsi dari garis tersebut yang dapat dijelaskan dengan formula sebagai berikut :
Pa = (1 / n) ∑i [(z - yi) / z]a
Indeks Pa ini sensitif terhadap distribusi jika a >1. Bagian [(z - yi) / z] adalah perbedaan antara garis kemiskinan (z) dan tingkat pendapatan dari kelompok keluarga miskin (yi) dalam bentuk suatu presentase dari garis kemiskinan. Sedangkan bagian [(z - yi) / z]a adalah presentase eksponen dari besarnya pendapatan yang tekor, dan kalau dijumlahkan dari semua orang miskin dan dibagi dengan jumlah populasi (n) maka menghasilkan indeks Pa.
Ketiga, the severity of property yang diukur dengan indeks keparahan kemiskinan (IKK). Indeks ini pada prinsipnya sama seperti IJK. Namun, selain mengukur jarak yang memisahkan orang miskin dari garis kemiskinan, IKK juga mengukur ketimpangan di antara penduduk miskin atau penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin. Indeks ini yang juga disebut Distributionally Sensitive Index dapat juga digunakan untuk mengetahui intensitas kemiskinan.

3. Distribusi Pendapatan
Studi-studi mengenai distribusi pendapatan di Indonesia pada umumnya menggunakan data BPS mengenai pengeluaran konsumsi rumah tangga dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas). Data pengeluaran konsumsi dipakai sebagai suatu pendekatan (proksi) untuk mengukur distrubusi pendapatan masyarakat. Walaupun diakui bahwa cara ini sebenarnya mempunyai suatu kelemahan yang serius, data pengeluaran konsumsi bisa memberikan informasi yang tidak tepat mengenai pendapatan, atau tidak mencerminkan tingkat pendapatan yang sebenarnya.
Akan tetapi, karena pengumpulan data pendapatan di Indonesia seperti di banyak LCDs lainnya masih relatif sulit, salah satunya karena banyak rumah tangga atau individu yang bekerja di sektor informal atau tidak menentu, maka penggunaan data pengeluaran konsumsi rumah tangga dianggap sebagai salah satu alternatif.
Menjelang pertengahan tahun 1997, beberapa saat sebelum krisis ekonomi muncul, ingkat pendapatan per kepala di Indonesia sedah melebihi 1000 dolas AS, dan tingkat ini jauh lebih tinggi. Namun, apa artinya kalau hanya 10% saja dari jumlah penduduk di tanah air yang menikmati 90% dari jumlah PN. Sedangkan, sisanya 80% hanya menikmati 10% dari PN. Atau kenaikan PN selama masa itu hanya dinikmati oleh kelompok 10% tersebut, sedangkan pendapatan dari kelompok masyarakat yang mewakili 90% dari jumlah penduduk tidak mengalami perbaikan yang berarti.
Boleh dikatakan bahwa baru sejak akhir 1970-an, Pemerintah Indonesia mulai memperlihatkan kesungguhan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sejak itu aspek pemerataan dalam trilogi pembangunan semakin ditekankan dan ini didentifikasikan dalam delapan jalur pemerataan. Sudah banyak program-program dari pemerintah pusat hingga saat ini yang mencerminkan upaya tersebut, seperti program serta kebijkan yang mendukung pembangunan industri kecil, rumah tangga dan koperasi, Program Keluarga Sejahtera, Program KB, UMR, UMP, dan lain sebagainya.
Berikut adalah nilai rasio gini Indonesia menurut daerah perkotaan dan pedesaan mulai tahun 1990-1999.
Tahun Perkotaan Pedesaan Nasional
1990 0,34 0,25 0,32
1993 0,33 0,26 0.34
1994 0,35 0,26 0,34
1995 0,35 0,27 0,35
1996 0,35 0,27 0,36
1997 0,35 0,26 0,37
1998 0,33 0,26 0,32
1999 0,34 0,26 0,33
Yang menarik dari data susenas tersebut adalah bahwa ternyata krisis ekonomi tidak membuat ketimpangan dalam distribusi pendapatan menjadi tambah parah, bahkan kelihatannya cenderung menurun. Dan angka Indeks Gini di pedesaan selalu lebih rendah dari pada di perkotaan.

KEBIJAKAN ANTI KEMISKINAN

Kebijakan anti kemiskinan dan distribusi pendapatan mulai muncul sebagai salah satu kebijakan yang sangat penting dari lembaga-lembaga dunia, seperti Bank Dunia, ADB,ILO, UNDP, dan lain sebagainya.
Tahun 1990, Bank Dunia lewat laporannya World Developent Report on Proverty mendeklarasikan bahwa suatu peperangan yang berhasil melawan kemiskinan perlu dilakukan secara serentak pada tiga front : (i) pertumbuhan ekonomi yang luas dan padat karya yang menciptakan kesempatan kerja dan pendapatan bagi kelompok miskin, (ii) pengembangan SDM (pendidikan, kesehatan, dan gizi), yang memberi mereka kemampuan yang lebih baik untuk memanfaatkan kesempatan-kesempatan yang diciptakan oleh pertumbuhan ekonomi, (iii) membuat suatu jaringan pengaman sosial untuk mereka yang diantara penduduk miskin yang sama sekali tidak mamu untuk mendapatkan keuntungan-keuntungan dari pertumbuhan ekonomi dan perkembangan SDM akibat ketidakmampuan fisik dan mental, bencana alam, konflik sosial, dan terisolasi secara fisik.
Untuk mendukung strategi yang tepat dalam memerangi kemiskinan diperlukan intervensi-intervensi pemerintah yang sesuai dengan sasaran atau tujuan perantaranya dapat dibagi menurut waktu, yaitu :
1. Intervensi jangka pendek, berupa :
2. Pembangunan sektor pertanian, usaha kecil, dan ekonomi pedesaan
3. Manajemen lingkungan dan SDA
4. Pembangunan transportasi, komunikasi, energi dan keuangan
5. Peningkatan keikutsertaan masyarakat sepenuhnya dalam pembangunan
6. Peningkatan proteksi sosial (termasuk pembangunan sistem jaminan sosial)
1. Intervensi jangka menengah dan panjang, berupa :
1. Pembangunan/penguatan sektor usaha
2. Kerjsama regional
3. Manajemen pengeluaran pemerintah (APBN) dan administrasi
4. Desentralisasi
5. Pendidikan dan kesehatan
6. Penyediaan air bersih dan pembangunan perkotaan
7. Pembagian tanah pertanian yang merata
Otonomi daerah (Otda) seharusnya bisa memacu peningkatan kapasitas rakyat memajukan daerahnya masing-masing. Tapi nyatanya, justru memicu kesenjangan antardaerah.
“Kesenjangan antara daerah kaya dan miskin semakin menjadi-jadi, ketika dilaksanakan otonomi daerah. Sebab sistem administrasi anggaran menghapus Inpres subsidi daerah,” kata pakar politik Ichlasul Amal.
“Kebijakan sentralistik dan penyeragaman sebenarnya cukup efektif secara politik, karena terbukti membawa stabilitas politik dan ekonomi dalam jangka waktu relatif lama, walau muncul rasa ketidakadilan dari sejumlah daerah yang memiliki sumber daya alam berlimpah,” paparnya.
Demokrasi dan otonomi daerah, ungkapnya, selain membawa efek positif, juga memberi ekses disintegrasi di antaranya menjadi penghambat pembangunan bangsa dan meningkatkan kesenjangan,
“Bahkan ada yang menilai sistem politik yang memfasilitasi sistem pemilu kepala daerah [pilkada] dan desentralisasi atau otonomi daerah, membahayakan integrasi nasional. Penilaian itu wajar saja,” ujarnya dihadapan sejumlah pakar anggota AIPI.
Secara alami, lanjutnya, Indonesia dengan masyarakat plural dan heterogen, menyulitkan tercapainya konsensus dan kekuasaan yang terlegitimasi. Contohnya, katanya, usaha pembentukan provinsi Tapanuli di Sumatra Utara, yang melibatkan etnik dan agama kepentingan sejumlah elit daerah tersebut, hampir saja memicu kerusuhan.
Di sisi lain pemekaran wilayah, kenyataannya tidak sekadar demi alasan efisiensi administrasi pemerintahan yang dinilai terlalu luas, tapi seringkali juga mengandung kepentingan primordial elit setempat, termasuk untuk mendapatkan kesempatan menjadi pejabat yang berkuasa di daerah baru.
“Pergolakan memperebutkan kursi kepala daerah, juga menghambat pembangunan yang bisa dilaksanakan dalam kondisi tenang dan kondusif.


III Kesimpulan
Kemiskinan merupakan salah satu masalah besar. Terutama meliahat kenyataan bahwa laju pengurangan jumlah orang miskin di tanah air berdasarkan garis kemiskinan yang berlaku jauh lebih lambat dibandingkan dengan laju pertumbuhan ekonomi dalam kurun waktu sejak Pelita I hingga 1997 (sebelum krisis eknomi). Berdasarkan fakta ini selalu muncul pertanyaan, apakah memang laju pertymbuhan yang tingii dapat mengurangi tingkat kemiskinan atau apakahmemang terdapat suatu korelasi negatif yang signifikan antara tingkat pertumbuhan dan presentase jumlah penduduk di bawah garis kemiskinan?.
Kalau dilihat data dari Asia dalam sstudinya Dealolikar dkk. (2002), kelihatannya memang ada perbedaan dalam presentase perubahan kemiskinan antara kelompok negara dengan leju pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan kelompoknegara dengan pertumbuhan yang rendah. Seperti China selama tahun 1994-1996 pertumbuhan PDB riil rata-rata per tahun 10,5%, tingkat penurunan kemiskinan per kapita selama periode tersebut sekitar 15,5%, yakni dari 8,4% ke 6,0% dari jumlah populasinya. Sedangkan, misalnya Bangladesh dengan pertumbuhan ekonomi rata-rata per tahun hanya 3,1% selama 1992-1996, tingkat penurunan kemiskinannya per kapita hanya 2,5%. Ada sejumlah negara, termasuk Indonesia, yang jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan bertambah walaupun ekonominya tumbuh positif.
Seperti telah dibahas sebelumnya, banyak studi empiris yang memang membuktikan adanya suatu relasi trade off yang kuat antara laju pertumbuhan pendapatan dan tingkat kemiskinan, namun hubungan negatif tersebut tidak sistematis. Namun, dari beberapa studi empiris yang pernah dilakukan, pendekatan yang digunakan berbeda-beda dan batas kemiskinan yang dipakai beragam pula, sehingga hasil atau gambaran mengenai hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan distribusi pendapatan juga berbeda.

Kamis, 10 Maret 2011

Neraca pembayaran + Pendapatan Nasional + GDP + GNP

Bab 1 Pendahuluan

Makalah ini membahas tentang Neraca pembayaran dan Pendapatan sosial.Di dalamnya Neraca pembayaran akan di jelaskan tentang pengertian dan komponen-komponen dari Neraca pembayaran. Didalam Pendapatan nasional juga akan dijelaskan sama seperti pada Neraca pembayaran.
Dengan membaca makalah ini anda diharapkan dapat mengerti dan menjelaskan mengenai Neraca pembayaran,Pendapatan nasional serta dapat menghitung GDP,GNP,NNP,NNI,PI dan DI yang sudah tersedia pada makalah ini.



Bab 2 Pembahasan

Neraca pembayaran
Neraca pembayaran merupakan suatu ikhtisar yang meringkas transaksi-transaksi antara penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain selama jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Neraca pembayaran mencakup pembelian dan penjualan barang dan jasa, hibah dari individu dan pemerintah asing, dan transaksi finansial. Umumnya neraca pembayaran terbagi atas neraca transaksi berjalan dan neraca lalu lintas modal dan finansial, dan item-item finansial.
Transaksi dalam neraca pembayaran dapat dibedakan dalam dua macam transaksi.
1. Transaksi debit, yaitu transaksi yang menyebabkan mengalirnya arus uang (devisa) dari dalam negeri ke luar negeri. Transaksi ini disebut transaksi negatif (-), yaitu transaksi yang menyebabkan berkurangnya posisi cadangan devisa.
2. Transaksi kredit adalah transaksi yang menyebabkan mengalirnya arus uang (devisa) dari luar negeri ke dalam negeri. Transaksi ini disebut juga transaksi positif (+), yaitu transaksi yang menyebabkan bertambahnya posisi cadangan devisa negara.
Tujuan utama neraca pembayaran yaitu untuk memberikan informasi kepada pemerintah tentang posisi keuangannya, khususnya yang terkait dengan hasil praktek hubungan ekonomi dengan negara lain. Neraca pembayaran juga dapat membantu dalam pengambilan keputusan bidang moneter, fiskal, perdagangan dan pembayaran internasional
Komponen Neraca Pembayaran
Neraca pembayaran dibagi kedalam empat komponen sebagai berikut:
a. Neraca perdagangan/Neraca Barang.
Neraca perdagangan yaitu selisih nilai ekspor dan impor barang. Neraca perdagangan termasuk kategori neraca berjalan atau Current Acount. Neraca perdagangan Indonesia umumnya mengalami surplus, artinya nilai ekspor melebihi nilai impor.
b. Neraca Jasa-jasa.
Neraca jasa-jasa yaitu selisih antara ekspor jasa dan impor jasa. Neraca jasa termasuk kategori neraca berjalan atau Current Acount Neraca jasa Indonesia selalu mengalami defisit dan defisitnya lebih besar dari surplus pada neraca perdagangan.
c. Neraca Modal
Neraca modal atau Capital Account merupakan selisih antara aliran modal masuk dan modal keluar. Selama masa krisis ekonomi terlihat neraca modal Indonesia negatif karena banyaknya arus modal jangka pendek ke luar negeri.
d. Neraca Emas
Neraca Emas atau Gold Account adalah transaksi emas ebagai alat bayar atas uang, sedangkan transaksi non monetary gold termasuk ke dalam kategori current account karena diperlukan sebagai barang komoditas biasa.
Neraca Pembayaran Indonesia.
Hubungan ekonomi antar bangsa dan lintas wilayah negara sudah berlangsung selama berabad-abad. Di masa lampau, bentuknya yang paling umum adalah berupa perdagangan atau transaksi barang. Di beberapa wilayah, terjadi pula transaksi jasa berupa penggunaan tenaga kerja dari bangsa lain secara musiman. Seiring dengan kemajuan teknologi, khususnya di bidang transportasi dan komunikasi, perdagangan yang bersifat antar bangsa dan lintas wilayah mengalami pertumbuhan luar biasa selama dua abad terakhir. Perkembangan terjadi dalam volume, nilai, serta ragam bentuk hubungan ekonomi. Hal yang biasa disebut sebagai perdagangan internasional ini masih terus menunjukkan kecenderungan (trend) peningkatan. Volume dan nilai transaksi barang terus tumbuh, dan jenis barang yang diperjualbelikan menjadi semakin banyak. Ada makanan, minuman, pakaian, perabotan rumah tangga, peralatan kantor, mesin produksi, kendaraan bermotor, produk kimia, sampai dengan persenjataan. Sedangkan transaksi jasa menjadi semakin populer, dengan aneka bentuk yang kompleks serta menjangkau wilayah yang semakin luas. Transaksi jasa bahkan cenderung tumbuh lebih cepat daripada transaksi barang. Transaksi jasa yang populer antara lain meliputi: jasa transportasi, pariwisata, asuransi, keuangan, perbankan, manajemen, alih teknologi, dan hiburan.
Pendapatan Nasional
Pendapatan nasional adalah jumlah pendapatan yang diterima oleh seluruh rumah tangga keluarga (RTK) di suatu negara dari penyerahan faktor-faktor produksi dalam satu periode,biasanya selama satu tahun. Konsep pendapatan nasional pertama kali dicetuskan oleh Sir William Petty dari Inggris yang berusaha menaksir pendapatan nasional negaranya(Inggris) pada tahun 1665. Dalam perhitungannya, ia menggunakan anggapan bahwa pendapatan nasional merupakan penjumlahan biaya hidup (konsumsi) selama setahun. Namun, pendapat tersebut tidak disepakati oleh para ahli ekonomi modern, sebab menurut pandangan ilmu ekonomi modern, konsumsi bukanlah satu-satunya unsur dalam perhitungan pendapatan nasional. Menurut mereka, alat utama sebagai pengukur kegiatan perekonomian adalah Produk Nasional Bruto (Gross National Product, GNP), yaitu seluruh jumlah barang dan jasa yang dihasilkan tiap tahun oleh negara yang bersangkutan diukur menurut harga pasar pada suatu negara.
1. Siklus aliran pendapatan (circular flow) dan interaksi antar pasar.
a. Siklus Aliran Pendapatan (Cirlular Flow)
Model circular flow membagi perekonomian menjadi empat sector :
• Sektor Rumah Tangga (Household Sector)
• Sektor Perusahaan (Firms Sector)
• Sektor Pemerintah (Government Sector)
• Sektor Luar Negeri (Foreign Sector)
b. Tiga Pasar Utama (Three Basic Markets)
Untuk analisis ekonomi makro, pasar-pasar yang begitu banyak dikelompokkan menjadi tiga pasar utama (three basic markets) :
• Pasar Barang Dan Jasa (Goods And Services Market)
• Pasar Tenaga Kerja (Labour Market)
• Pasar Uang Dan Modal (Money And Capital Market)

2. Metode penghitungan pendapatan nasional
Ada tiga cara perhitungan pendapatan nasional, yaitu metode output (output approach), metode pendapatan (income approach), dan metode pengeluaran (exspenditure approach). Masing-masing metode (pendekatan) melihat pendapatan nasional dari sudut pandang yang berbeda, tetapi hasilnya saling melengkapi.
a. Metode Output (Output Approach) Atau Metode Produksi
Menurut metode ini, PDB adalah total output (produksi) yang dihasilkan oleh suatu perekonomian. Cara perhitungan dalam praktik adalah dengan membagi-bagi perekonomian menjadi beberapa sektor produksi.
b. Metode Pendapatan (Income Approach)
Metode pendapatan memandang nilai output perekonomian sebagai nilai total balas jasa atas factor produksi yang digunakan dalam proses produksi.
c. Pengeluaran (Exspenditure Approach)
menurut metode pengeluaran, nilai PDB merupakan nilai total pengeluaran dalam perekonomian selama periode tertentu. Menurut metode ini ada beberapa jenis pengeluaran agregat dalam suatu perekonomian :
• Konsumsi Rumah Tangga (Household Consumption)
• Pengeluaran Investasi (Investment Expenditure)
• Konsumsi Pemerintah (Government Consumption)
• Ekspor Neto (Neto Export)

3. Beberapa Pengertian Dasar Tentang Perhitungan Agregatif
tujuan perhitungan output maupun pengeluaran dan ukuran-ukuran agregat lainnya adalah untuk menganalisis dan menentukan kebijakan ekonomi guna memperbaiki atau meningkatkan kemakmuran atau kesejahteraan rakyat. Beberapa pengertian yang harus di pelajari berkaitan dengan hal tersebut adalah :
a. Produk Domestic Bruto (Gross Domestic Products)
b. Produk Nasional Bruto (Gross National Products)
c. Produk Nasional Neto (Net National Products)
d. Pendapatan Nasional (National Income)
e. Pendapatan Personal (Personal Income)
f. Pendapatan Personal Disposable (Disposable Personal Income)

4. PDB harga berlaku dan harga konstan
Nilai PDB suatu periode tertentu sebenarnya merupakan hasil perkalian antara harga barang yang diproduksi dengan jumlah barang yang di hasilkan. Sebagai contoh : PDB 2007 adalah hasil perkalian antara harga barang tahun 2007 dengan jumlah barang yang di produksi tahun 2007.
Untuk memperoleh PDB harga konstan, kita harus menentukan tahun dasar (based year), yang merupakan tahun dimana perekonomian berada dalam kondisi baik atau stabil. Dan harga barang pada tahun tersebut dapat kita gunakan sebagai harga konstan.

5. Manfaat Dan Keterbatasan Perhitungan PDB
a. Perhitungan PDB Dan Analisa Kemakmuran
Perhitungan PDB akan memberikan gambaran ringkas tentang tingkat kemakmuran suatu Negara, dengan cara membaginya dengan jumlah penduduk. Angka tersebut dikenal sebagai angka PDB per kapita.
Biasanya makin tinggi angka PDB perkapita, kemakmuran rakyat di anggap makin tinggi. Perserikatan bangsa-bangsa (PBB) juga menggunakan angka PDB perkapita untuk menyusun kategori tingkat kemakmuran suatu Negara.
b. Perhitungan PDB Dan Masalah Kesejahteraan Social
Perhitungan PDB maupun PDB perkapita juga dapat digunakan untuk menganalisis tingkat kesejahteraan social suatu masyarakat. Umumnya ukuran tingkat kesejahteraan yang di pakai adalah tingkat pendidikan, kesehatan dan gizi, kebebasan memilih pekerjaan dan jaminan masa depan yang lebih baik.
Masalah mendasar dalam perhitungan PDB adalah tidak di perhatikannya dimensi nonmaterial. Sebab PDB hanya menghitung output yang di anggap memenuhi kebutuhan fisik atau materi yang dapat di ukur dengan nilai uang.
c. PDB Per Kapita Dan Masalah Produktivitas
Sampai batas-batas tertentu, angka PDB perkapita dapat mencerminkan tingkat produktivitas suatu Negara. Untuk memperoleh perbandingan prokditivitas antar Negara, ada beberapa hal yang perlu di pertimbangkan :
• Jumlah dan komposisi penduduk
• Jumlah dan struktur kesempatan kerja
• Faktor-faktor nonekonomi
d. Penghitungan PDB Dan Kegiatan-Kegiatan Ekonomi Tak Tercatat
(Underground Economy)
Angka statistik PDB Indonesia yang di laporkan oleh badan pusat statistik hanya mencatat kegiatan-kegiatan ekonomi formal. Karena itu statistik PDB belum mencerminkan seluruh aktivitas perekonomian suatu Negara.
Di Negara-negara berkembang, keterbatasan kemampuan pencatatan lebih di sebabkan oleh kelemahan administratif dan struktur kegiatan ekonomi masih di dominasi oleh kegiatan pertanian dan informal.
Berikut adalah beberapa konsep pendapatan nasional
1.Produk Domestik Bruto (GDP).
Produk domestik bruto (Gross Domestic Product) merupakan jumlah produk berupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh unit-unit produksi di dalam batas wilayah suatu negara (domestik) selama satu tahun. Dalam perhitungan GDP ini, termasuk juga hasil produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan/orang asing yang beroperasi di wilayah negara yang bersangkutan. Barang-barang yang dihasilkan termasuk barang modal yang belum diperhitungkan penyusutannya, karenanya jumlah yang didapatkan dari GDP dianggap bersifat bruto/kotor. Pendapatan nasional merupakan salah satu ukuran pertumbuhan ekonomi suatu negara
2.Produk Nasional Bruto (GNP)
Produk Nasional Bruto (Gross National Product) atau PNB meliputi nilai produk berupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh penduduk suatu negara (nasional) selama satu tahun; termasuk hasil produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh warga negara yang berada di luar negeri, tetapi tidak termasuk hasil produksi perusahaan asing yang beroperasi di wilayah negara tersebut.
3.Produk Nasional Neto (NNP)
Produk Nasional Neto (Net National Product) adalah GNP dikurangi depresiasi atau penyusutan barang modal (sering pula disebut replacement). Replacement penggantian barang modal/penyusutan bagi peralatan produski yang dipakai dalam proses produksi umumnya bersifat taksiran sehingga mungkin saja kurang tepat dan dapat menimbulkan kesalahan meskipun relatif kecil.
4.Pendapatan Nasional Neto (NNI)
Pendapatan Nasional Neto (Net National Income) adalah pendapatan yang dihitung menurut jumlah balas jasa yang diterima oleh masyarakat sebagai pemilik faktor produksi. Besarnya NNI dapat diperoleh dari NNP dikurang pajak tidak langsung. Yang dimaksud pajak tidak langsung adalah pajak yang bebannya dapat dialihkan kepada pihak lain seperti pajak penjualan, pajak hadiah, dll.
5.Pendapatan Perseorangan (PI)
Pendapatan perseorangan (Personal Income)adalah jumlah pendapatan yang diterima oleh setiap orang dalam masyarakat, termasuk pendapatan yang diperoleh tanpa melakukan kegiatan apapun. Pendapatan perseorangan juga menghitung pembayaran transfer (transfer payment). Transfer payment adalah penerimaan-penerimaan yang bukan merupakan balas jasa produksi tahun ini, melainkan diambil dari sebagian pendapatan nasional tahun lalu, contoh pembayaran dana pensiunan, tunjangan sosial bagi para pengangguran, bekas pejuang, bunga utang pemerintah, dan sebagainya. Untuk mendapatkan jumlah pendapatan perseorangan, NNI harus dikurangi dengan pajak laba perusahaan (pajak yang dibayar setiap badan usaha kepada pemerintah), laba yang tidak dibagi (sejumlah laba yang tetap ditahan di dalam perusahaan untuk beberapa tujuan tertentu misalnya keperluan perluasan perusahaan), dan iuran pensiun (iuran yang dikumpulkan oleh setiap tenaga kerja dan setiap perusahaan dengan maksud untuk dibayarkan kembali setelah tenaga kerja tersebut tidak lagi bekerja).
6.Pendapatan yang siap dibelanjakan (DI)
Pendapatan yang siap dibelanjakan (Disposable Income) adalah pendapatan yang siap untuk dimanfaatkan guna membeli barang dan jasa konsumsi dan selebihnya menjadi tabungan yang disalurkan menjadi investasi. Disposable income ini diperoleh dari personal income (PI) dikurangi dengan pajak langsung. Pajak langsung (direct tax) adalah pajak yang bebannya tidak dapat dialihkan kepada pihak lain, artinya harus langsung ditanggung oleh wajib pajak, contohnya pajak pendapatan.
Faktor yang memengaruhi pendapatan nasional.
Permintaan dan penawaran agregat. Permintaan agregat menunjukkan hubungan antara keseluruhan permintaan terhadap barang-barang dan jasa sesuai dengan tingkat harga. Permintaan agregat adalah suatu daftar dari keseluruhan barang dan jasa yang akan dibeli oleh sektor-sektor ekonomi pada berbagai tingkat harga, sedangkan penawaran agregat menunjukkan hubungan antara keseluruhan penawaran barang-barang dan jasa yang ditawarkan oleh perusahaan-perusahaan dengan tingkat harga tertentu. Konsumsi merupakan salah satu faktor yang memengaruhi pendapatan nasional. Jika terjadi perubahan permintaan atau penawaran agregat, maka perubahan tersebut akan menimbulkan perubahan-perubahan pada tingkat harga, tingkat pengangguran dan tingkat kegiatan ekonomi secara keseluruhan. Adanya kenaikan pada permintaan agregat cenderung mengakibatkan kenaikan tingkat harga dan output nasional (pendapatan nasional), yang selanjutnya akan mengurangi tingkat pengangguran. Penurunan pada tingkat penawaran agregat cenderung menaikkan harga, tetapi akan menurunkan output nasional (pendapatan nasional) dan menambah pengangguran.
Konsumsi dan tabungan. Konsumsi adalah pengeluaran total untuk memperoleh barang-barang dan jasa dalam suatu perekonomian dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun), sedangkan tabungan (saving) adalah bagian dari pendapatan yang tidak dikeluarkan untuk konsumsi. Antara konsumsi, pendapatan, dan tabungan sangat erat hubungannya. Hal ini dapat kita lihat dari pendapat Keynes yang dikenal dengan psychological consumption yang membahas tingkah laku masyarakat dalam konsumsi jika dihubungkan dengan pendapatan.
Investasi. Pengeluaran untuk investasi merupakan salah satu komponen penting dari pengeluaran agregat.
Manfaat
Selain bertujuan untuk mengukur tingkat kemakmuran suatu negara dan untuk mendapatkan data-data terperinci mengenai seluruh barang dan jasa yang dihasilkan suatu negara selama satu periode, perhitungan pendapatan nasional juga memiliki manfaat-manfaat lain, diantaranya untuk mengetahui dan menelaah struktur perekonomian nasional. Data pendapatan nasional dapat digunakan untuk menggolongkan suatu negara menjadi negara industri, pertanian, atau negara jasa. Contohnya, berdasarkan pehitungan pendapatan nasional dapat diketahui bahwa Indonesia termasuk negara pertanian atau agraris, Jepang merupakan negara industri, Singapura termasuk negara yang unggul di sektor jasa, dan sebagainya. Disamping itu, data pendapatan nasional juga dapat digunakan untuk menentukan besarnya kontribusi berbagai sektor perekomian terhadap pendapatan nasional, misalnya sektor pertanian, pertambangan, industri, perdaganan, jasa, dan sebagainya. Data tersebut juga digunakan untuk membandingkan kemajuan perekonomian dari waktu ke waktu. membandingkan perekonomian antarnegara atau antardaerah, dan sebagai landasan perumusan kebijakan pemerintah.

kesimpulan
Neraca pembayaran merupakan ringkasan transaksi-transaksi penduduk suatu Negara dengan penduduk Negara lain. Neraca pembayaran mencakup pembelian dan penjualan barang dan jasa, hibah dari individu dan pemerintah asing, dan transaksi finansial. Tujuan utama neraca pembayaran yaitu untuk memberikan informasi kepada pemerintah tentang posisi keuangannya, khususnya yang terkait dengan hasil praktek hubungan ekonomi dengan negara lain. Neraca pembayaran juga dapat membantu dalam pengambilan keputusan bidang moneter, fiskal, perdagangan dan pembayaran internasional.
Pendapatan nasional merupakan jumlah pendapatan yang diterima oleh seluruh rumah tangga keluarga (RTK) di suatu negara dari penyerahan faktor-faktor produksi dalam satu periode,biasanya selama satu tahun